MALAS BELAJAR
Oleh:
Mohammad
Ikbal
Namanya Kiki, berusia
empat belas tahun. Kiki tinggal bersama ibunya, karena ayahnya sudah meninggal. Pagi itu adalah hari Senin,
cuaca sangat cerah. Kiki masih tertidur
lelap. Ibunya sangat kesal, melihat Kiki masih tidur.
“Ki, Kiki...,
ayo bangun! Nanti kesiangan sekolah.”
Berulang kali dia
teriak-teriak membangunkan anak itu. Namun ia masih juga tertidur. Karena bosan
mendengar omelan ibunya, akhirnya Kiki terpaksa bersuara.
“Uaahh... (Kiki menguap
lebar), masih pagi bu tenang aja. Ngantuuuk,” jawab Kiki sambil menutupi
tubuhnya dengan selimut.
“Lihat jam Kiki...! Hampir jam tujuh, kamu kesiangan
sekolah.”
“Hah ! Masa iya, Bu?
“ jawab Kiki terkejut. Kiki pun keluar dari tempat
tidurnya. Dilihatnya jam yang menggantung di ruang TV. Ternyata benar, lima
belas menit lagi jam 07.00. Hatinya mulai berdebar, bagaimana mungkin ia bisa
mengejar waktu. Terbersitlah dalam hatinya, kalau hari itu ia tidak mau
sekolah. Tapi bagaimana mungkin, ia takut oleh ibunya kalau tidak sekolah.
Secepat kilat ia masuk kamar mandi. Entahlah
ia mandi atau tidak. Usai memakai seragam, ia bergegas pergi ke sekolah. Namun
ibunya mencegatnya di pintu depan.
“Ki, sarapan dulu!”
ujar ibunya.
“Tidak Bu, takut kesiangan,” jawab Kiki
tergesa-gesa.
Ibunya melongo saja. Ia
mengerti kondisi anaknya. Memang kalau menunggu sarapan, pasti Kiki kesiangan
sekolah. Udah hampir jam 07.00, mungkinkah sepuluh menit tiba di sekolah. Mana
jarak rumah dengan sekolah jauh.
Sesampainya di sekolah,
ternyata Kiki terlambat sepuluh menit. Upacara bendera sudah mulai. Ia terpaksa
harus mendapatkan hukuman. Sungguh malu, berdiri di lapangan depan para siswa.
Semua mata memandangi, mulai kelas VII hingga kelas IX. Tidak terkecuali bapak
dan ibu guru.
Setelah upacara bendera selesai, semua siswa
pun bubar dari lapangan dan berbaris untuk masuk kelas. Sedangkan Kiki masih
harus berurusan dengan Pembina Osis dan Guru BP. Untug saja, tidak disuruh lari
mengelilingi lapangan seratus kali. Hanya membuat perjanjian, jika satu kali
lagi melanggar peraturan akan dipindahkan ke SMP terbuka. Sampai saat ini,
memang Kiki telah empat kali kesiangan.
Jam pertama, pelajaran
matematika dimulai. Kiki tiba-tiba muncul tanpa permisi. Ia kaget melihat Ibu
guru matematika sudah ada.
“Kiki, dari mana kamu?”
“BP, Bu”
“Ya, cepat duduk!”
“Anak-anak, kalian sudah belajar kan?”
“Sudah bu,” jawab semua siswa dengan
semangat. Kecuali Kiki yang ragu-ragu
karena dia tidak belajar. Semalam ia main game
hingga larut malam, sampai-sampai bangun kesiangan.
Ibu guru membagikan
soal-soal ulangan. Semua mengerjakan ulangan dengan tertib. Kiki pun sama,
terlihat mengerjakan. Hanya sesekali ia melirik kepada teman sebangkunya.
Bahkan ia lebih cepat mengerjakannya. Teman-teman sekelasnya, hanya tersenyum
saja melihat prilaku Kiki. Hingga waktu yang diberikan habis, semua siswa
mengumpulkan hasilnya, termasuk Kiki juga. Entahlah hasilnya bagaimana?
Bel pelajaran kedua pun
berbunyi, waktunya pelajaran bahasa Indonesia. Ibu guru membagikan hasil
ulangan Bahasa Indonesia yang kemarin. Punya Kiki, diberikan paling akhir.
“Ki, kamu harus banyak
belajar. Kurangi main, ya! Nilai kamu paling hancur, bisa-bisa kamu tidak lulus
nanti. Mau kamu mengulang sekolah satu tahun lagi?”
“Baik, bu,” jawab Kiki
sambil tertunduk.
Hal yang sama terulang
kembali pada pelajaran ketiga. Guru IPS
membagikan kertas hasil ulangan.
Lagi-lagi Kiki mendapatkan nilai yang jelek. Sama halnya dengan guru
Bahasa Indonesia. Guru IPS pun mengomeli dirinya.
“Kiki, kamu itu niat
belajar tidak sih? Ngapain aja kamu di rumah?” kata guru itu bernada sinis.
Kiki, hanya tersenyum
saja. Seperti tidak malu atau menyesal dengan nilai jelek. Guru IPS, sepertinya
udah bosan mengomelinya.
Tiba di rumah kiki
langsung mengganti pakaian dan makan. Setelah itu, Kiki langsung tertidur. Ibu Kiki
yang penasaran, ingin melihat apa yang telah dipelajari oleh anaknya di
sekolah. Di lihatnya kertas ulangan, saat pertama membuka tas. Ibu Kiki
sangatlah kaget, saat melihat bahwa anaknya yang mendapatkan nilai 40 dalam
ulangan Bahasa Indonesia. Sedangkan IPS, ia mendapat nilai 30.
Saat terbangun dari
tidurnya, Kiki kembali melakukan kebiasaannya, yaitu bermain game hingga lupa waktu. Ketika ibu masuk
kamarnya, kiki masih bermain game.
“Ki jangan main game terus, kamu harus belajar dan
jangan malas-malasan! Apalagi kamu kan sekarang banyak dihadapkan dengan
ulangan” ujar ibu mengingatkan Kiki.
“Lima menit lagi, Bu,”
jawab Kiki.
“Ki, nanti kamu akan
menyesal kalau kamu malas belajar. Bagaimana jika ibu udah tak ada nanti kalau
kamu seperti ini. Rajinlah belajar kalau mau jadi anak sukses. Kalau kamu
begini terus, bagaimana masa depan kamu?” kata ibunya sangat jengkel
menghaadapi sikap Kiki.
Selasa pagi, Kiki
bersiap untuk berangkat ke sekolah. Setibanya di sekolah semua siswa sudah
masuk kedalam kelas. Pelajaran pertama dimulai. Ibu Matematika membagikan hasil
ulangan. Lagi-lagi Kiki mendapatkan nilai
30.
Sehari itu, Kiki sering
tersudutkan oleh semua guru karena nilainya paling jelek. Ia teringat nasihat
ibunya. Karenanya, hari itu ia tidak banyak bicara. Baru sadar, kalau sikapnya
selama ini sangat merugikannya. Catatan di BP tentangnya sudah sangat jelek.
Semua guru, mengeluhkan tentang dirinya. Sedangkan waktu belajar di SMP ini
tinggal satu semester lagi. Bagaimana kalau tidak lulus?
Tiba di rumah, ia
teriak-teriak kepada ibunya minta makan. Di dapurnya tidak ada makanan.
Sedangkan ibunya sedang tertidur di kursi. Entah berapa jam ibu tidak
bangun-bangun. Akhirnya Kiki membangunkan ibunya. Tetapi ibu tidak
bangun-bangun, kiki yang khawatir akan keadaan ibunya, segera meminta bantuan
kepada tetangganya.
Tetangganya
membangunkan ibunya. Namun tetap tidak bergerak. Kemudian diperiksa urat
nadinya, tak lagi berdenyut. Ternyata, ibu Kiki sudah dalam keadaan tidak
bernyawa. Kiki pun sedih dan terpukul akan kepergian ibunya.
Kiki teringat akan
pesan ibunya. “Ki bahagiakanlah ibumu ini dengan kamu menjadi orang yang sukses
serta belajarlah dengan giat jangan bermalas-malasan.” Itulah pesan yang selalu terngiang dalam telingannya.
Penyesalannya membuncah menyesakkan dadanya. Kemarin masih ada ibu, ia masih
bisa bersenang-senang. Tapi kini, kepada siapa dia bermanja?
Mulai saat itu, Kiki
insyaf. Ia tak lagi malas. Kini Kiki
selalu mendapatkan nilai yang bagus. Ternyata Kiki itu bukan bodoh,
kalau rajin belajar ternyata pintar. Saat pembagian rapor Kiki mendapat ranking
tiga.
0 Response to "MALAS BELAJAR"
Post a Comment