AIR DAN GARAM
Oleh: Anggel Anggelita, dkk. (Garut)
Seorang gadis bernama Alicia, hidupnya
sangat menderita. Ayah ibunya meninggal saat ia berusia 10 tahun. Ia hidup
dengan neneknya dengan kesederhanan. Ia selalu mengeluhkan masalah kehidupannya
kepada neneknya. Setiap masalah yang diceritakannya, selalu sama yaitu tentang
di sekolahnya. Dia selalu di-bully
oleh teman-temnya karena hanya dia yang memakai kaca mata yang sangat tebal.
Alicia selalu marah kepada teman-temannya karena ia tidak terima atas kata-kata
teman-temannya.
Setiap pulang sekolah ia selalu
bercerita kepada neneknya tentang perlakuan teman-temannya. Neneknya selalu
bersabar dalam mendengarkan curahan hati cucu tercintanya. Suatu hari sang
nenek membawa Alicia ke dapur. Nenek mengambil cangkir berisi air. Lalu
sebaskom air. Nenek menyuruh cucunya mencampurkan segenggam garam kedalam
cangkir yang berisi air tadi. Lalu menyuruh kembali mencampurkan segenggam
garam ke dalam sebaskom air.
Nenek menyuruh Alicia meminum air yang ada di dalam cangkir
tersebut. Tiba-tiba Alicia meringgis,
menjulurkan lidahnya. Lalu ia memegang tenggorokannya yang mulai terasa
perih. Sang Nenek tertawa terkekeh-kekeh.
“Kenapa Cucuku?” tanyanya sambil
tertawa.
“Pahit, Nek!” jawab Alicia sambil
meringgis menatap neneknya.
“Ayo, minum lagi air yang di dalam
baskom!” sahut nenek sambil menunjuk air di dalam baskom.
Alicia agak malas-malasan mengambil air
itu, karena takut seperti tadi. Tetapi
ia meminumnya juga.
“Bagaimana rasanya?” tanya nenek.
“Masih asin. Tapi sedikit mendingan
daripada tadi,” kata Alicia sambil memuntahkan air itu, lalu menjulurkan
lidahnya.
Setelah itu nenekmembawanya keluar
mendekati sebuah danau. Neneknya menaburkan segenggam garam ke danau. Lalu nenek
menyuruh Alicia meminum air danau itu.
Alicia kembali menatap neneknya. Ia
enggan meminum air danau. Bersih memang, karna air danau di situ tidak seperti
air danau dikota sudah terkena polusi. Tapi, kenapa harus diminum. Karena takut
neneknya marah, lalu ia berjongkok di bibir danau. Ia mengulurkan kedua belah
tangannya, kemudian perlahan-lahan dua telapak tangannya mengambil air lalu
meminumnya.
“Bagaimana sekarang rasanya, Cucuku?”
tanya nenek sambil memandangi wajah cucunya.
“Tidak asin, Nek. Tidak seperti air
dalam gelas dan baskom tadi. Ini lebih seger,” ujar Aalicia. Kini wajahnya
tidak ditekuk seperti tadi. Ketegangan di wajahnya sudah hilang. Nenek
tersenyum melihat cucunya itu. Tanpa bicara apapunia langsung masuk kembali ke
rumahnya meninggalkan cucunya yang penuh tanda tanya.
Apa maksud neneknya itu?Karena ia tidak
mengerti atas sikap neneknya, ia berlari menyusul neneknya.
“Apa maksud semua ini, Nek?” tanya
Alicia.
“Coba pikirkan apakah yang tadi kita
lakukan? Bagaimana dengan masalahmu?” si nenek penasaran ingin mengetahui
sejauh mana cucunya memahami hal itu.
Alicia tambah bingung, apa maksud si
nenek. Tambah pusing saja. Ia makin
penasaran.
“Bayangkan,Nak, garam itu sebagai
masalahmu dan air adalah sikapmu dalam mengatasi masalah, danau adalah dirimu,”
jawab neneknya.
Alicia merenungkan semua perkataan
neneknya. Sehari itu ia terus bertanya-tanya mencari jawaban. Hingga makan pun
tak berasa. Hari berikutnya ia bertanya lagi kepada neneknya, tentang peristiwa
kemarin.
“Nek, aku masih penasaran tentang garam
dan air danau kemarin. Kasih tahu jawabannya, Nek. Aku tidak bisa memutuskan
hal itu.”
“Baiklah Cucuku, akan Nenek ceritakan.
Kita harus memahami cara menghadapi masalah. Apakah Kamu mau memilih menjadi
gelas, baskom ataukah danau? Garam itu sebagai masalah yang selalu hadirpada
dirimu. Ketika Kamu menjadi sebuah gelas, maka jika masalah yang hadir menimpa
dirimu, Kamu akan merasakan pahitnya kehidupan ini. Akan tetapi jika Kamu
memilih menjadi baskom, akan sedikut berkurang kepedihan dan kepahitan dalam hidup
Kamu, karena kapasitas hatimu lebih besar. Kemudian jika Kamu menjadi danau,
ketika masalah yang datang menyerang, Kamu tidak akan merasakan pahitnya
penderitaan. Karena hati Kamu luas. Sempitnya hati Kamu akan semakin terasa
penderitaan yang datang kepada kehidupanmu.
Kita tidak terpengaruh oleh penderitaan atau masalah yang hadir.
Melainkan kita akan selalu positif thinking”.
Jelas nenek panjang lebar.
Alicia menganggukkan kepalanya, tandanya
ia telah memahami.
“Jadi Kamu jangan mendengarkan perkataan
teman Kamu tentang kaca mata itu. Karena itu bukan masalah yang besar, Kamu
memakai kaca mata untuk kebaikkan Kamu.”
“Baiklah Nek, Aku tidak akan
mendengarkan apa yang dikatakan teman-temanku tentang kacamata ini.,” jawab
Alicia meyakinkan neneknya.
Semenjak itu Alicia tidak lagi murung
atau marah-marah menghadapi ocehan teman-temannya.
#cerita inspiratif
#penyunting Sumyati, M.Pd.
0 Response to "AIR DAN GARAM"
Post a Comment