DIALOG MASA DEPAN
Oleh: Edyar RM*
"Pak, saya cocoknya ngambil
jurusan apa ya tar kuliah?"
"Hmm... kamu itu rajin, tulisan kamu
rapi, nilai bahasa Indonesiamu juga bagus. Sepertinya Sastra UI cocok."
"Sastra? Terus ntar kerjanya apa?
Jadi sastrawan? Sastrawan ngapain aja sih, Pak?"
"Hahaha... Anak zaman now kritis banget.
Kuliah aja belum, udah mikirin kerjaan? Daftar kuliahnya aja
belum. SMA aja belum lulus. UN-nya aja belum. Belajar aja
dulu yang rajin biar nilai UN-nya memuaskan. Daftar deh ke sastra
UI. Hahaha...."
"Ih, si Bapak. Serius atuh,
Pak!"
"Aduh, ada anak SMA yang ngajakin
serius nih. Jangan, saya udah beristri. Haha...."
"Ish!!"
"Sudah, jangan ngambek. Begini,
kenal Ajip Rosidi?"
"Siapa tuh, Pak?"
"Beberapa hari lalu, kisahnya dimuat di Pikiran
Rakyat. Semasa ia SMU mau penghabisan, ia banyak mendengar kabar soal-soal
ujian bocor. Banyak yang rela berbuat curang membeli kunci jawaban dengan harga
tinggi demi selembar ijazah. Dan ia tidak ingin seperti itu. Maka ia lebih
memilih drop out dari SMU. Ia lebih memilih membaca banyak buku, lebih
banyak dari mereka yang bersekolah. Ia ingin membuktikan bahwa ia bisa hidup
tanpa ijazah. Jadilah ia berteman dengan buku."
"Terus?"
"Terus apanya?"
"Itu... memangnya dia bisa hidup tanpa
ijazah?"
"Syarat bisa hidup kan bernapas."
"Ish!"
"Jangan marah dulu. Napas beliau adalah
buku. Beliau senang membaca. Beliau senang bisa hidup sebagai sastrawan dan
budayawan."
"Kok bisa senang? Memangnya sastrawan
atau budayawan bisa menghasilkan uang?"
"Hmm... zaman sekarang, alur berpikirnya
itu: sekolah-kuliah-kerja. Kalau sudah berpikir kerja, pasti yang dipikirkannya
itu uang. Nah, uang itu buat apa? Ya buat modal nikah, bikin rumah, beli mobil
mewah, investasi ini-itu. Itulah yang namanya materialisme. Seolah kesuksesan
hanya diukur dari harta, tahta, dan wanita."
"Materialisme?"
"Ya, paham materialisme yang
diagung-agungkan kaum Barat, yang jelas sangat berbahaya. Namun, Ajip Rosidi
tidak mengukur kesuksesan dengan materi. Ia memilih jalan ilmu sejati, bukan
sekolah apalagi ijazah. Ilmu bukan semata untuk uang, tetapi ilmu untuk
dedikasi, pengabdian kepada masyarakat."
"Hmm... jadi, sastrawan dan budayawan itu
pengabdian?"
"Jelas. Memangnya siapa yang rela tanpa
digaji memperhatikan dan melestarikan budaya kalau bukan budayawan? Dan
sastrawan itu orang yang paling jujur melihat dan menuliskan realitas."
"Aduh, saya jadi makin bingung, Pak. Maaf
ya, Pak! Terus, dapat uang dari mana?"
"Hmm... jelas berbeda orang berilmu
dengan orang kosong ilmu. Meski tidak tamat sekolah menengah, tetapi Ajip
Rosidi dipercaya mengajar sebagai dosen di perguruan tinggi Indonesia, dan
sejak 1967 juga mengajar di Jepang."
"Wow! Kok bisa?"
"Sejak 1981 diangkat menjadi
guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa
Asing Osaka), sambil mengajar di Kyoto Sangyo Daigaku (1982-1996) dan Tenri
Daignku (1982-1994), tetapi terus aktif memperhatikan kehidupan sastra-budaya
dan sosial-politik di tanah air dan terus menulis. Pada 31 Januari2011, ia
menerima gelar Doktor honoris causa bidang Ilmu Budaya dari Fakultas
Sastra Universitas Padjadjaran. Tak percaya? Silakan cek wikipedia!"
"Wow... bisa, ya?"
"Itulah buah ilmu dan pengabdian. Setelah
pensiun, ia masih aktif mengelola beberapa lembaga nonprofit seperti Yayasan
Kebudayaan Rancage dan Pusat Studi Sunda."
"Jadi, saya harus ke Sastra UI nih, biar
jadi sastrawan?"
"Hehe... ya, itu kan hanya saran, boleh
diterima boleh tidak. Intinya, temukan 'napasmu', gali dan pelajari ilmunya
dengan tekun sampai kamu expert dalam hal itu. Kemudian, gunakan ilmu
itu untuk sebesar-besar kebermanfaatan umat. Niscaya dunia akan
mengikutimu."
"Waduh, jadi galau lagi nih,
Pak."
"Istikharah. Jangan lupa libatkan Allah
dalam segala hal, termasuk dalam hal kegalauan!"
"Iya, Pak. Terima kasih atas
saran-sarannya. Tapi, sepertinya saya sudah menemukan jawaban. Saya ingin
menjadi seperti Bapak!"
"Oh, jangan!
"Kenapa, Pak?"
"Kamu harus lebih hebat dari saya!"
"Hehe... bisa ae, si Bapak!"
______________________

Penulis adalah Guru Bahasa
Indonesia di SMA Negeri 1 Ciawi.
Ketua MGMP Bahasa Indonesia SMA
Kab. Bogor.
Pegiat Musikalisasi Puisi.
WA : 085691773733
benar, anak-anak harus lebih hebat dari bapaknya
ReplyDeleteMuhun pa iyus, PR kita bersama.
Delete