Guru #ZamanNowOke: Idaman Generasi Millenial
Oleh:
Erwin Prastyo
Bagi mereka yang lahir di awal tahun 1990 hingga akhir 1999 disebut generasi 90-an,
sementara itu mereka
yang lahir di tahun 2000-an disebut sebagai generasi millenial. Berbagai sumber
menyebutkan bahwa generasi millenial ini mengakui aktivitas pembelajaran di
sekolah sebagai suatu hal yang membosankan.
Mereka lebih tertarik dengan gadget yang jelas lebih banyak menyuguhkan aneka games maupun hiburan lainnya. Indikasi yang tampak yaitu rasa malas ketika diberikan tugas di sekolah maupun di
rumah oleh guru, wajah cemberut ketika dihadapkan pada materi pembelajaran, dan
mereka lebih memilih mengobrol dengan temannya ketimbang mendengarkan penjelasan guru. Salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya
kondisi tersebut adalah cara pengajaran guru maupun media pembelajaran yang
digunakan guru kurang menarik minat siswauntuk belajar. Hal ini berakibat siswa
cenderung pasif dan tidak mampu berperan aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Parahnya,
jika kondisi tersebut terus
dibiarkan maka rasa malas
mendengarkan guru akan menghinggapi diri siswa. Saat ini dengan kemajuan teknologi lewat kecanggihan gadget di genggaman tangan, setiap siswa
yang kesulitan dalam mengerjakan tugas dapat dengan mudahnya menemukan jawaban. Berbagai media belajar online seperti Youtube,
Quipper, Brainly, Wikipedia, Ruang Guru, Google Books, Slideshare, Inibudi.org,
dan sebagainya. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka dimungkinkan peran guru akan tergantikan oleh smartphone. Namun demikian dengan adanya
teknologi tersebut tidak akan mampu menggantikan pembelajaran di kelas yang
terjadi interaksi dan komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini terbukti dengan adanya studi menyatakan
bahwa frekuensi pemanfaatan gadget sebagai media pembelajaran masih sangatlah
rendah. Artinya jika siswa
dibiarkan diacuhkan begitu saja dalam pembelajaran maka
Indonesia tentu akan menghadapi krisis besar, karena generasi millenial tidak
mampu menguasai pengetahuan secara komprehensif.
Guru merupakan aset
termahal dalam pengembangan dunia pendidikan. Guru adalah tumpuan dan harapan
bagi masa depan masyarakat, bangsa, dan negara. Keberhasilan pendidikan memang
tidak dapat dipisahkan dari peran penting dan peran strategis guru. Guru
memainkan peran sebagai agen perubahan sosial (agent of social change) yang mengubah pola pikir, sikap, perilaku
umat manusia menuju kehidupan yang lebih baik, lebih bermartabat, dan lebih
mandiri.
Mengingat pentingnya hal tersebut, maka wajib hukumnya
mengembangkan skill-nya. Arah
pembinaan dan peningkatan kualitas guru hendaknya diorientasikan pada
pembentukan guru yang efektif dinamis, yaitu guru yang mampu mendayagunakan
segenap potensi internal maupun eksternal secara maksimal untuk mencapai tujuan
pendidikan sesuai perkembangan kemajuan zaman.
Guru harus dinamis,
artinya guru harus ‘mau dan mampu’ mengikuti perkembangan kemajuan zaman baik dalam aspek cara mengajar
maupun aspek lainnya. Tentulah porsi peran mengajar guru zaman dulu dengan
zaman sekarang ini berbeda. Kini lebih berperan sebagai fasilitator pembelajar
dari sumber pengetahuan. Umar bin Khattab R.A. berpesan: “Didiklah anak-anakmu berlainan dengan keadaanmu sekarang. Mereka telah
diciptakan Allah SWT untuk zamannya bukan zaman engkau”.
Dinamisnya guru
harus menyesuaikan karakter lingkungan sosial dan kondisi siswa, agar mampu
membuat siswa senang dan memahami materi pembelajaran yang disampaikan guru. Inovasi yang
dapat dipakai dalam pembelajaran adalah dengan menerapkan prinsip “Guru
#ZamanNowOke”. Prinsip tersebut setidaknya mengubah prinsip
pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Prinsip tersebut sebagaimana tersirat
dalam kata #ZamanNowOke.
Pertama,
“Z” yang berarti Zero
Bored, More Fun—kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru harus
menjadikan siswa
senang dan tidak membosankan. Guru dapat memasukkan unsur seni ke dalam pembelajaran
misalnya bernyanyi lagu daerah dengan liriknya diganti materi pelajaran,
mengadakan pentas drama musikal, dan sebagainya. Hal tersebut dapat
membangkitkan kemauan dan kemampuan siswa untuk belajar. Diharapkan dengan rasa senang yang
diterima siswamaka materi/esensi materi pembelajaran dapat lebih lama tersimpan
dalam memori siswa.
Kedua,
“A” yang berarti Apply
Technology as Needed—penggunaan teknologi sesuai kebutuhan. Dewasa ini berbagai aplikasi menjamur misalnya facebook, whatsApp, skype, dan YouTube. Guru dapat menggunakan media
sosial seperti facebook dan whatsApp untuk berdiskusi secara online. Guru juga dapat mendapatkan berbagai macam video
sebagai bahan pembelajaran dari YouTube.
Untuk mengefektifkan waktu guru juga dapat menugaskan siswamembuat tugas dan
men-submit-nya melalui email gmail, yahoo, rocketmail dan penyedia
jasa layanan surat elektronik lainnya.
Ketiga,
“M” yang berarti Media
for Learning is Interesting and Varied Use—penggunaan media pembelajaran
yang menarik dan bervariasi.
Media pembelajaran yang digunakan guru terkadang dirasa tidak/kurang menarik
oleh siswa sehingga mereka tidak antusias dan tidak greget mengikuti kegiatan pembelajaran. Sebagai
contoh ketika seorang guru menerangkan materi struktur dan bagian sel yang
notabene rumit dan bersifat mikroskopis guru hanya menggunakan media
spidol/kapur dan papan tulis. Dalam hal ini guru dapat menggunakan media lain
yang lebih mendukung tersampaikannya materi yaitu menggunakan LCD proyektor,
video, gambar poster, media 3 dimensi, alat peraga, dan sebagainya. Penggunaan
media ini akan lebih memahamkan siswa, selain itu juga efiesiensi waktu,
energi, dan biaya.
Keempat,
“A” yang berarti Active
Student with Various Activities—aktif siswanya. Guru hanyalah fasilitator pembelajaran, siswa
yang yang harus lebih aktif. Usaha mengaktifkan siswa
dapat dilakukan melalui diskusi kelompok, presentasi,
praktikum di laboratorium (makna laboratorium tidak hanya di dalam ruangan
tertutup saja), wawancara, pengamatan, kunjunga wisata, dan sebagainya. Melalui
kegiatan tersebut diharapkan siswa lebih memahami materi dan mampu membangun rasa percaya
dirinya.
Kelima,
“N” yang berarti Not
Continously Using Conventional Learning Model—model
pembelajaran yang bervariasi mengasah kemampuan siswa. Guru harus memiliki kemampuan dalam menentukan model
pembelajaran mana yang tepat untuk digunakan pada suatu materi pembelajaran
tertentu, artinya model pembelajaran haruslah sesuai dengan materi dan media
pembelajaran. Contohnya model pembelajaran kooperatif lebih cocok digunakan
untuk materi yang didiskusikan secara kelompok, model pembelajaran Iqra’ cocok digunakan untuk materi yang
membutuhkan pengamatan di lingkungan, dan sebagainya.
Keenam,
“N” yang berarti Negate
the Things that Student Hate, Broad Insight, Communicative, Dialogical,
Discipline—hindari hal-hal yang tidak disukai oleh siswa. Guru idaman tidak lepas dari penilaian siswanya. Untuk
itu, seorang guru ideal harus mendengarkan aspirasi siswa
agar perilakunya disenangi siswa. Beberapa hal yang tidak
disukai siswa antara lain berpakaian kurang rapi, jarang masuk kelas, pilih kasih (tidak
adil), suka memberi PR tanpa mengkoreksi, berkata kasar, tidak menghargai,
menyuruh siswa menulis di papan tulis, suka menyuruh, menghukum semena-mena, cuek di dalam
dan luar kelas, dan susah dimintai tolong. Selain itu seorang guru haruslah
memiliki wawasan yang luas, komunikatif, dialogis, dan disiplin.
Ketujuh,
“O” yang berarti Outdoor
Activity and
Games is More Interesting—kegiatan
pembelajaran di luar kelas dan permainan itu lebih menarik. Pembelajaran tak terbatas di dalam ruang kelas. Semakin lama siswa
berada di dalam kelas akan semakin bosan. Guru harus
pandai mengatur jadwal pembelajaran, sehingga tak terbatas di dalam ruang kelas
saja tetapi juga di lingkungan luar seperti kebun, sungai, sawah, pasar,
museum, pantai, rumah produksi, laboratorium, dan sebagianya melalui outing class, Jelajah Alam Sekitar
(JAS), field trip, camping, kunjungan wisata, dan
sebagainya. Melalui kegiatan tersebut siswaakan mendapatkan pengalaman yang
membuatnya lebih berkesan.
Kedelapan,
“W” yang berarti Welcoming
Student as Social Media User—guru harus menyambut baik para siswa para
pengguna sosial media.
Jika dimungkinkan sosial media dapat digunakan untuk media belajar dan diskusi
yang efektif. Misal pembuatan Whatssapp
Group (WAG) sebuah kelas dengan adminnya adalah wali kelas kelas yang
bersangkutan. Melalui Whatssapp Group dapat
digunakan untuk penyampaian informasi tugas, penjadwalan, motivasi belajar, dan
sebagainya.
Kesembilan,
“O” yang berarti On
Time in Learning Activities and be A Rolemodel—tepat
waktu dalam aktivitas pembelajaran dan menjadi teladan. Guru yang dicintai siswanya adalah guru yang tepat waktu.
Datang, istirahat, dan pulang tepat pada waktunya. Tidak menggeser jam
pelajaran karena kepentingan- kepentingan lainnya. Kebiasaan tepat waktu ini
juga dilakukan dalam memberikan hasil tes/ulangan/penilaian ataupun tugas. Siswa
akan senang apabila hasil tes/ulangan/penilaian ataupun
tugas dikembalikan tepat waktu sehingga siswadapat menilai dirinya sendiri dan
memperbaiki dirinya.
Kesepuluh,
“K” yang berarti Keeping
Student’s Spirit by Giving Rewards and Reinforcement—menjaga semangat siswa dengan memberikan penghargaan dan pujian. Guru dapat mengarahkan dan mengendalikan siswanya dengan
cara memberikan rangsangan berupa hadiah dan meneguhkan perilaku yang dipandang
baik dengan pujian (reinforcement) atau
penghargaan (reward). Cara pemberian reward sebaiknya dikaitkan langsung
dengan perilaku tertentu, berikan secepatnya, berikan dengan rasa ikhlas,
dipublikasikan di depan umum, dan divariasikan pemberiannya. Cara pemberian reinforcement sebaiknya harus jujur,
ikhlas, tepat waktu dan tepat sasaran. Reward
dan reinforcement hanya diberikan
bila siswa menunjukkan sikap dan perilaku positif.
Kesebelas,
“E” yang berarti Ensuring
the Spirit of Student with the Game and Controlled Humor—membuat
siswa
semangat dengan game permainan dan humor. Game yang dimaksud adalah game elektronik maupun game nyata dalam kegiatan pembelajaran. Game elektronik dapat diunduh atau
dikembangkan sendiri oleh guru dengan memasukkan konten materi pelajaran,
sedangkan game nyata dapat berupa
permainan menyenangan yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Lewat game ini diharapkan siswa
menjadi tertarik dan mau berusaha beras dan belajar.
Singkatnya, prinsip Guru “ZAMAN NOW OKE” sangat layak untuk diimplementasikan
oleh para guru yang masih aktif mengajar para generasi millenial sehingga para siswa
dapat menerima pembelajaran yang semuanya terintegrasi dengan teknologi,
sehingga sangat sesuai dengan karakteristik guru, siswa, dan pembelajaran yang
diharapkan dan diidamkan oleh siswa generasi millenial. Semoga. []
Erwin Prastyo merupakan alumni Pendidikan Fisika
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sejak tahun 2014 menjadi guru IPA di MTs Darul
Ishlah Sukorejo. Kini menjadi Fasilitator Pembelajaran Program PINTAR Tanoto
Foundation Regional Jawa Tengah. Tinggal di Kendal, Jawa Tengah.
siiip
ReplyDelete