Kaulinan Barudak, PPK dan Pendidikan Abad 21
Oleh : Endang Wahyu Widiasari
Oray-orayan
Luar leor ka sawah
Entong kasawah
Parena keur sedeng beukah
Oray-orayan
Luar leor ka kebon
Entong ka kebon
Di kebon loba nu ngangon
Mending ka leuwi
Di leuwi loba nu mandi
Saha anu mandi?
Anu mandina ma pandeuri
Entong kasawah
Parena keur sedeng beukah
Oray-orayan
Luar leor ka kebon
Entong ka kebon
Di kebon loba nu ngangon
Mending ka leuwi
Di leuwi loba nu mandi
Saha anu mandi?
Anu mandina ma pandeuri
Lagu
itu terdengar dengan ramainya di lapangan SMPN 4 Cikalongwetan, terlihat anak
anak bersuka ria memainkan permainan tradisional, seperti: sondah, oray-orayan, gatrik, boy boyan, ucing sumput dan galah asin.
Di bawah bimbingan guru olah raga pada kegiataan pelajaran olah raga. Melihat
anak-anak bermain kaulinan barudak
tempo dulu terkadang membuat tertawa sendiri, ada rasa bahagia melihat tingkah lucu mereka bermain dengan
suka ria. Jujur saja kegiatan ini membawa penulis bernostalgia ke masa kecil
dahulu.
Masih
teringat lagu oray-orayan sering dinyanyikan
bersama teman-teman ketika kecil, dilapang besar dekat rumah dimana anak-anak
berkumpul setiap sore.Kebahagian menyelimuti kami semua. Bahkan setiap sesudah
ashar, Ibu selalu menyuruhku, kakak dan adik untuk pergi ke lapang bermain
bersama teman-teman. Kata Ibu waktu itu“bermainlah bersama teman-temanmu!”,
jangan menyendiri saja, bergaulah agar mengenal mereka satu persatu”. Banyak
permainan yang sering kami lakukan saat itu seperti gatrik, sondah, boy-boyan, oray orayan, melak sampeu, ucing sumput,
kasti, perepet jengkol dan lain sebagainya.
Ramai sekali suasana sore hari, semua bergembira bersama.
Tapi
sekarang lagu Oray-orayan jarang
sekali terdengar, bahkan permainan tradisioanal bisa dikatakan sudah mulai
ditinggalkan oleh anak-anak bahkan terancam punah keberadaannya.Padahal banyak
sekali nilai-nilai karakter yang terkandung didalam permainan tradisional seperti
meningkatkan daya kreatifitas, kemampuan bersosialisasi, melatih kemampuan motorik,
bekerjasama, menghargai prestasi orang lain dan juga melatih kestabilan emosi.
Punahnya
permainan tradisional menurut henat penulis ada beberapa penyebab, diantaranya: hilangnya komunikasi antara orang tua
dengan anaknya, maksudnya orang tua tidak mengkomunikasikan adanya permaian
tradisional pada jamannya dulu, kurangnya ketersedian lapangan yang luas untuk
menampung anak-anak bermain, dan yang terakhir berkembangnya teknologi dan
informasi, seperti gadgetdan
banyaknya game-game modern yang menyajikan permainan anak-anak yang lebih
menarik daripada permainan tradisional.
Mudahnya
mengakses permainan modern lewat gadget
sepintas memang lebih mudah dan manarik dari pada permainan tradisional,
dilain pihak juga dengan menggunakan permainan modern dengan media teknologi
bisa merangsang kemampuan kognitif, akan tetapi dampak dari permaianan modern
ini salah satunya lebih menonjolkan sisi individual anak yang membuat mereka
asyik sendiri dengan dunianya.Salah satu dampak buruk dari sikap
individuliastik adalah susahnya berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang
lain. Sementara itu dalam permainan tradisional lebih banyak memiliki
nilai-nilai karakter yang dapat diambil, yang tidak akan didapatkan dari
permainan yang menggunakan game digital.
Sikap
individualistik tidaklah sejalan dengan pendidikan abad 21, yang harus mencerminkan
empat hal yaitu : Critical Thinking and
Problem Solving, Creativity and Innovation, Communication dan Collaboration,melalui
kaulinan barudak menurut hemat
penulis sangat berkolaborasi dengan pendidikan abab 21, di mana dalam permaian
ini anak-anak dituntut untuk mengembangkan komunikasi, berkolaborasi dalam
lingkungan sosial dan juga meningkatkan kreativitas.
Kaulinan
barudak menuntut kebersamaan satu sama lain harus kompak dalam melakukan
kegiatan, tidak boleh individualistis, berbeda dengan permainan game-game yang menggunakan media gadget. Dalam permainan tradisional
dituntut kepekaan sosial untuk memahami orang lain, sehingga diharapkan akan
tumbuh sikap mudah bersosialisasi dengan orang lain.
Salah
satu contohnya permainan boy boyan, ucing
ucingan, galah asin, kasti menuntut permainan yang bergerak cepat,
berkolaborasi dengan teman-temannya dan komunikasi yang intens, melatih fisik
dan juga sarat dengan gotong-royong hingga bisa mencapai tujuan, menuntut
kreativitas yang tinggi, karena kaulinan barudak ini menggunakan alat-alat yang
sederhana yang bisa dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang dekat dengan
lingkungan sekeliling tanpa mengeluarkan biaya yang tinggi.
Kemajuan
teknologi dewasa ini memang sulit dibendung, namun sebagai penyeimbangnya kita
perkenalkan juga kepada anak-anak permainan-permainan tradisional yang sarat dengan
kearifan lokal budaya setempat, mungkin di lingkungan tempat tinggal sekarang sulit
dilakukan karena faktor ketiadaan tempat akan tetapi di sekolah melalui kegiatan
olah raga, atau berkolaborasi dengan mata pelajaran yang lain, kita bisa
lestarikan kebudayaan bangsa kita yang maha kaya salah satunya kaulinan barudak. Bukankan salah satu
fungsi sekolah adalah melestarikan nilai nilai budaya.
Ayo! Kita lestarikan permainan tradisional (kaulinan Barudak), mengingat dalam permainan tradisional banyak
makna yang terkandung bukan hanya sekedar bermain, tapi dari setiap permainan
mengandung filosofi, dan sarat nilai, yang pada gilirannya bisa membentuk
karakter generasi muda.
Endang Wahyu Widiasari, M.Pd. Guru IPS di SMPN 4 Cikalongwetan Bandung Barat
0 Response to "Kaulinan Barudak, PPK dan Pendidikan Abad 21"
Post a Comment