PENDIDIKAN DALAM PUSARAN POLITIK
OLEH: TOTO SUHARYA
Meningkatnya
suhu politik menjelang pemilu menjadi media belajar pendidikan karakter para peserta
didik milenial. Saling hujat dan saling sindir di media massa yang ditampilkan
para pendukung kekuasaan menjadi pendidikan karakter nyata bagi peserta didik.
Media sosial yang menjadi sarana kampanye pendukung kekuasaan jadi sajian
langsung bagaimana para peserta didik belajar berkomunikasi dan bersikap untuk
menjadi warga negara yang baik.
Informasi
pelecehan peserta didik terhadap guru, ujaran kebencian, dan dialog saling
serang antar pendukung kekuasaan menjadi sumber pembelajaran bagaimana peserta
didik menilai sebuah karakter pantas dan tidak pantas bagi seorang warga negara
yang baik. Tahun politik menjadi ajang pembelajaran bagi peserta didik untuk
melakukan introspeksi diri dalam melihat karakter bangsa merdeka yang didaulat
sebagai bangsa santun dan beragama.
Nilai-nilai
kesopanan dan kesantuan bangsa timur yang menjadikan keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai tujuan utama dalam tujuan pendidikan
nasional tengah mendapat ujian di tengah pusaran politik. Peserta didik bisa
belajar mengkritisi dengan membandingkan prilaku masyarakat dalam berpolitik
dengan nilai-nilai Pancasila sebagai turunan dari nilai-nilai agama.
Prilaku
rakyat tidak jauh dari pemimpin yang dihasilkan. Jika pemimpin dipilih langsung
oleh rakyat, maka kualitas pemimpin menunjukkan kualitas rakyatnya. Maka dari
itu, dalam demokrasi langsung, untuk memperbaiki kualitas pemimpin harus
dimulai dari peningkatan kualitas rakyatnya, karena rakyatlah yang memilih
pemimpin.
Ibn
Rusyd membagi jiwa manusia dalam tiga daya, yaitu daya pikir, amarah, dan
syahwat. Maka untuk memperbaiki kulitas rakyat, harus dioptimalkan kemampuan
daya pikirnya. Meningkatkan daya pikir tiada lain dengan cara menambah wawasan
pengetahuan, ilmu dan hikmah dari berbagai macam sumber untuk mengendalikan
amarah dan syahwatnya.
Kesantunan
warga negara terhadap pemimpin digariskan dalam sebuah hadis, “Barangsiapa menaatiku, maka ia berarti
menaati Allah. Barang siapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaati
Allah. Barang siapa yang taat pada pemimpin berarti ia mentaatiku. Barang siapa
yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaatiku. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam
kontek demokrasi, pemilihan para calon pemimpin tidak selayaknya dilakukan
dengan cara saling menjatuhkan dan mengumbar kelemahan seorang calon pemimpin.
Para calon pemimpin adalah orang-orang terpilih yang harus dihargai martabatnya
sampai kelak jika terpilih jadi pemimpin.
Dunia
pendidikan tidak boleh netral. Dunia pendidikan harus tetap memihak dengan
mengajarkan tentang kebenaran dilandasi dengan sumber-sumber kebenaran.
Tafsir-tafsir tentang kebenaran dari sumbernya tidak ditumpangi dengan
kepentingan membela berhala-berhala yang bisa memecah belah persatuan.
Keretakan sebuah bangsa diawali dengan adanya pemberhalaan terhadap para pemimpin.
Setiap
individu yang akan diangkat jadi pemimpin berada di atas kehendak Tuhan dan berdasarkan
kebaikannya dihadapan Tuhan. Didukung atau tidak didukung kepemimpinan dalam
sebuah bangsa semua berada di atas kehendak Tuhan. Manusia hanya bisa berusaha
mengampanyekan kebaikan demi kebaikan dari calon pemimpinnya dengan wajar tanpa
berlebihan seperti membela Tuhan.
Jika
negara kita sebagai negara berkeyakinan kepada Tuhan, maka yang pastas dibela
mati-matian adalah eksistensi Tuhan. Para pembela Tuhan akan lebih mengutamakan
persatuan, dan menjaga perdamaian sebagaimana keberadaan Tuhan adalah mempersatukan
dan mendamaikan kehidupan manusia. Omong kosong kita membela Tuhan, jika rasa
persaudaraan dan perdamaian diabaikan untuk sekedar membela makhluk Tuhan yang
sama-sama menyembah Tuhan.
Pada
masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, ada seseorang yang bertanya kepada
Beliau, “kenapa pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah
(musibah), sedangkan pada zaman Nabi Muhammad saw tidak? Ali ra menjawab,
“karena pada zaman Nabi Muhammad saw yang menjadi rakyatnya adalah aku dan
sahabat lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian.
(htttps/rumaysho.com). Dialog ini mengabarkan bahwa demokrasi yang kita usung
sangat bergantung kepada kualitas akhlak warga negaranya. Wallahu ‘alam.
(Penulis
Kepala SMAN 1 Cipeundeuy KBB, Kandidat Doktor Pendidikan Sejarah UPI Bandung).
0 Response to "PENDIDIKAN DALAM PUSARAN POLITIK"
Post a Comment