SERUPA TAPI TAK SAMA
Di sebuah hutan yang sangat
lebat, tinggallah sebuah keluarga musang yang terdiri dari ayah, ibu dan kedua
putri musang bernama Lulu dan Lili. Mereka hidup berkecukupan tak kurang
makanan. Setiap hari ayah dan ibu mereka pergi ke sungai untuk mencari ikan dan
mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Sedangkan kedua putri mereka, Lili
sang kakak hanya bermain main saja di sekitar rumahnya. Berbeda dengan sang
adik, Lulu rajin membereskan rumah dan
membantu ibu. Walaupun diberi kehidupan
dan kasih sayang sama, mereka
memiliki sifat yang berbeda. Lili anak yang malas dan Lulu anak yang rajin.
Semakin hari sifat Lili semakin
menjengkelkan sang ibu. Bagaimana sang ibu tidak kesal, pekerjaannya hanya
makan, tidur dan main saja. Ibunya selalu membanding-bandingkannya dengan Lulu
yang rajin. Mendengar hal tersebut Lili kesal karena selalu dibandingkan dengan
Lulu. Akhirnya Lili membentak sang ibu dengan nada tinggi.
"Ibu hanya sayang Lulu! Ya
sudah aku pergi saja. Semuanya tidak pernah menyayangiku,” kata Lili.
Sang ibu tidak menyangka salah
satu putrinya dapat berkata seperti itu
padanya. Hati sang ibu sangat sedih dan kecewa.
Dengan hati kesal lili
meninggalkan rumah orang tuanya, pergi ditelan hutan belantara, jauh sekali. Tanpa
ia sadari hari semakin larut, perutnya sangat lapar karena tidak sempat makan
di rumah. Ia tidak tahu di mana sekarang berada. Lili sangat ketakutan, terpaksa
memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon pinus yang sangat besar.
Tiba tiba Lili terkejut. Muncullah
kilatan cahaya, ternyata Si Lentera hutan, kunang kunang jantan.
"Sedang apa Anda di sini,
wahai anak kecil?” tanya sang kunang kunang besar tadi.
"Emm ak ak aku sedang pergi
dari rumah, lalu aku te ter tersesat di sini. Aku memutuskan untuk beristirahat
disini. Jangan sakiti aku ... aku mohon!" kata Lili sambil gugup karena
ketakutan.
"Mengapa kaupergi dari
rumahmu?" kunang kunang itu bertanya kembali kepada Lili.
Lili menceritakan semua
kekesalannya kepada kunang kunang tersebut, bahwa ibunya hanya menyayangi
adiknya saja. Padahal mereka sama-sama putrinya.
Mendengar hal tersebut, kunang kunang
tersenyum.
"Wahai anak kecil, apakah
kamu tahu mengapa hal itu terjadi? Coba kamu bayangkan jika kaumempunyai dua botol
plastik yang kualitasnya sama, serta ukurannya sama pula. Namun jika kauisi
kedua botol tersebut dengan air yang berbeda, botol yang satu isinya air mineral
dan yang satu lagi diisi dengan madu. Apakah kedua botol tersebut harganya
sama? Tentu berbeda, kan?” kunang kunang berhenti sejenak sambil menatap wajah
Lili. Melihat Lili terdiam, lau ia melanjutkan kembali bicaranya.
“Botol manakah yang yang lebih
mahal harganya?” tanya kunang-kunang.
“Botol madu." jawab Lili. .
“Benar, madu lebih mahal harganya.
Lebih bagus kualitas suatu barang, lebih mahal harganya. Banyak orang
menginginkannya, walau pun mahal tetap saja mereka membelinya,” tutur
kunang-kunang.
Lili masih saja diam, rupanya ia
merenungkan kata-kata sang kunang kunang. Ia masih belum mengerti apa maksud
kunang-kunang tersebut.
"Apakah Anda sudah mengerti maksudku? Coba bayangkan,
jika kedua botol yang sama itu diibaratkan kamu dan adikmu. Kalian sama-sama
putri dari ibumu, tetapi kalian memiliki sifat, hati dan sikap yang berbeda.
Jadi semua orang diciptakan oleh tuhan sama, yaitu dari tanah. Namun
kualitasnya masing-masing berbeda. Apa yang membedakannya? Tubuh kita, secara
lahiriah ibarat botol tersebut. Sedangkan isinya adalah ahlaqullkarimah, ilmu
pengetahuan dan sebagainya. Jika ahlak kepribadiannya bagus, maka orang akan
memperlakukan kita lebih hormat lagi. Benar tidak?” jelas kunang kunang sambil
tersenyum.
Mendengar kata-kata tersebut Lili
hanya terdiam. Tak lama, Lili terlihat
mengusap air matanya. Matahari makin
tenggelam, tandanya hari mulai berganti malam. Ia teringat pada ibu dan
bapaknya.
Akhirnya Lili menyadari
kesalahannya. Kemudian ia memutuskan untuk pulang kembali kerumahnnya menemui
sang ibu. Hatinya makin merasa bersalah. Ia akan meminta maaf kepada keluarganya.
Teman-teman, Tuhan menciptakan
kita sama, dengan kekurangan dan
kelebihan. Hanya sikap dan perilaku kitalah yang menentukan seberapa tinggi
derajat kita dimata Sang Pencipta.
PENYUNTING: SUMYATI
0 Response to "SERUPA TAPI TAK SAMA"
Post a Comment