BELAJAR MENERIMA PERBEDAAN
oleh Elpi Yudistira*
Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak bisa menjalankan hidup
dan kehidupan sendiri.
Sejak manusia
dilahirkan,
hingga detik-
detik akan dimasukkan ke liang lahat pun, semua membutuhkan campur tangan manusia
lain. Dalam
ilmu Biologi, ada yang namanya simbiosis mutualisme, suatu situasi dan kondisi di mana satu sama lain saling membutuhkan,
saling menguntungkan dan saling
memberikan manfaat.
Tuhan
yang Maha Esa menciptakan makhluk
yang mulia bernama manusia dalam keadaan
yang berbeda-beda. Ada yang berjenis kelamin laki-laki dan
ada yang berjenis kelamin perempuan. Masing-masing individu diciptakan sesuai porsi yang sudah menjadi ketentuan Sang Pencipta, pemilik seluruh alam semesta,
dengan takaran yang pas,
tidak kurang dan tidak lebih. Hanya manusia saja yang terkadang merasa tidak
puas dan tidak mensyukuri apa yang sudah menjadi ketetapan Allah, Sang Pemilik Kekuasaan di alam semesta ini.
Setiap
individu yang terlahir ke dunia,
dikaruniai dengan berbagai macam sifat, karakter
dan kepribadian masing-masing. Ada yang
memiliki
sifat introver
dan ekstrover. Si Ekstrover cenderung menunjukkan prilaku ceria, terbuka, pandai
berkomunikasi, mudah bergaul dan memiliki
banyak teman. Sebaliknya si Introver memiliki kepribadian yang cenderung
tertutup, pendiam, tidak banyak berbicara, pemalu, lebih senang menyendiri dan lebih nyaman
berada di tempat yang tenang dan sepi. Pemilik kepribadian introver biasanya lebih mampu mencurahkan isi
hati dan perasaan lewat tulisan, gambar
ataupun musik. Sepintas lalu, si Introver memang terkesan judes dan tidak
gampang menerima pertemanan.
Perbedaan
yang ada pada diri manusia, diciptakan
oleh sang Khaliq dengan tujuan agar saling melengkapi satu sama lain. Saling memahami dan menghargai, saling
mengingatkan antar teman dalam setiap kebaikan. Sehingga terjalin komunikasi yang harmonis
antar sesama makhluk Allah di bumi ini. Hidup rukun berdampingan tanpa saling
menghina, menghujat, mencemooh bahkan saling menyakiti satu
sama lain.
Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak akan bertahan hidup tanpa berinteraksi dengan makhluk lain. Bukan hal yang mudah
untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi di mana kita tinggal. Semua membutuhkan usaha dan pengorbanan
yang cukup mahal. Hanya
orang-
orang yang memiliki kepribadian yang kuat serta kedewasaan berpikir, yang dapat melakukan interaksi dengan
lingkungannya secara sehat. Mau
menerima setiap perbedaan sikap dan karakter, status
sosial dan tingkat pendidikan yang berbeda.
Bagi sebagian besar anak, berada
di lingkungan sekolah, adalah hal yang sangat menyenangkan. Ia bisa bertemu banyak teman,
bercanda dan bercengkrama. Ia
bisa melepaskan diri
sejenak dari masalah yang ada di rumah. Tetapi jika si anak tidak memiliki kemampuan dalam beradaptasi, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
teman sebayanya di sekolah, maka sekolah
akan menjadi tempat yang paling menyiksa bagi anak. Mereka akan merasa sepi di tengah
keramaian, karena merasa diri
terabaikan, merasa tidak punya
teman, merasa jelek, bodoh, bahkan
ada siswa yang tidak disukai teman-temannya
di sekolah karena sikapnya yang egois. Ia merasa dirinya eksklusif, tidak
mau bergaul dengan teman yang berbeda statusnya, baik status sosial maupun tingkat
kecerdasannya.
Bahkan ada anak yang tidak mau bergaul dengan teman
yang memiliki kelainan fisik, sehingga
ruang gerak pergaulannya menjadi
terbatas dan sempit .
Sikap
berani menerima perbedaan dengan lingkungan sekitar, perlu ditanamkan dalam diri anak sejak
usia dini. Anak harus diberi
informasi,
bahwa manusia itu diciptakan berbeda satu dengan yang lainnya.
Pada orang dewasa, berinteraksi
di tempat kerja
membutuhkan keterampilan pengendalian diri yang baik. Setiap hari
kita akan bertemu, bergaul,
bekerjasama dalam kelompok kerja, untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan
tanggung jawab yang dibebankan. Menerima perbedaan watak dan sikap orang-orang di sekeliling kita,
bukan berarti harus meniru dan
mengikuti semua yang mereka kehendaki. Sebagai
makhluk sosial,
manusia pun harus memiliki pendirian dan jati diri sendiri secara kuat dan berkarakter, selama tidak merugikan orang lain. Jika
ada perbedaan pendapat ataupun prinsip tentang cara kerja, ada baiknya didiskusikan bersama, bermusyawarah untuk mencapai mufakat, menghargai setiap pendapat dan mengambil
keputusan yang sebaik-baiknya untuk tujuan kebaikan bersama.
Perbedaan
itu sangat diperlukan untuk mengontrol setiap kondisi yang terjadi, apakah sudah baik atau perlu
diperbaiki. Ada fungsi pembanding
di dalamnya.
Seseorang
akan dikatakan baik,
bila ada
orang lain yang berperilaku
kurang baik. Seseorang disebut pintar, jika ada orang lain yang tergolong
kurang pandai. Orang yang memiliki harta berlimpah bisa dikatakan kaya, jika ada di sekitarnya yang
berkekurangan atau miskin. Seorang
wanita atau pria bisa dibilang cantik atau tampan, jika ada yang memiliki rupa yang biasa-biasa saja. Kesimpulannya, bahwa setiap situasi dan kondisi yang
ada di bumi ini,
entah itu posistif atau pun negatif,
yakinlah bahwa semua diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, memiliki fungsi dan kegunaan. Sebagai orang
yang beriman,
hendaknya setiap keadaan dijadikan cermin untuk berkaca diri, memperbaiki apa yang kurang baik dan
mempertahankan apa yang sudah baik .
Mengutip
sebuah syair lagu yang sangat populer di era 70-an.
“Pelangi, pelangi alangkah indahmu
Merah
kuning hijau di langit yang biru
Pelukismu
agung
Siapa
gerangan
Pelangi, pelangi ciptaan Tuhan.”
Setiap
warna itu indah, namun
tidak semua orang menganggap semua warna itu indah, karena
masing-masing
memiliki selera sendiri.
Ada yang suka warna
merah,
tetapi kurang suka
dengan hijau. Ada yang tidak suka dengan hitam, namun senang jika warna hitam dipadukan
dengan abu abu. Ketika beberapa warna digabungkan secara bersamaan dalam waktu
serta situasi yang sama,
seperti halnya pelangi, yang muncul sesaat setelah hujan reda di sore
hari, ternyata semua orang mengagumi keindahannya. Bahkan mampu menggugah seorang
penyair untuk
menciptakan syair lagu yang
menggambarkan
keindahan pelangi.
Ketika
sepasang kekasih memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan,
mereka harus menyesuaikan diri antara satu dengan yang lainnya. Menyatukan dua keluarga besar yang memiliki latar belakang berbeda. Perbedaan tingkat pendididikan, adat istiadat, budaya, gaya
hidup, agama dan prinsip serta karakter masing-masing individu, akan turut mewarnai hitam putihnya
kehidupan menjalankan rumah tangga .
Mengarungi
bahtera rumah tangga adalah belajar memahami dan mengerti setiap perbedaan yang
ada. Selama proses taaruf atau saling mengenal, satu
sama lain merasa memiliki banyak kesamaan. Mereka disatukan
oleh sebuah persamaan yaitu saling mencintai. Namun perbedaan
akan nampak saat keduanya sudah hidup bersama dalam ikatan rumah tangga. Masing-masing individu mulai menampakkan
karakter aslinya. Jika
suami istri tidak menyikapi dengan kedewaasaan berpikir, saling mengerti dan memahami perbedaan
pasangan, sekaligus
memahami keluarga besarnya, maka akan terjadi ketidakharmonisan
dalam menjalin silaturahmi. Bahkan tidak sedikit pasangan suami istri
memutuskan untuk bercerai dengan alasan sudah tidak ada kecocokkan lagi.
Padahal dengan siapapun kita menjalin rumah tangga, pasti tidak akan pernah menemukan
pasangan yang sempurna.
Pernikahan
adalah menyatukan dua perbedaan dalam satu ikatan rumah tangga yang diridhoi
oleh Allah,
dengan tujuan saling memahami, mengerti
dan saling menutupi kekurangan, menghindari
keegoisan dan sifat ingin menang sendiri serta menganggap dirinya paling benar. Semoga Alloh memberikan kekuatan kepada
umatnya untuk selalu berpikir dan berusaha menjadi pribadi yang terbaik untuk dirinya, keluarganya, bangsa dan negara serta untuk agamanya.
Belajar
menerima perbedaan harus ditanamkan sejak dini, diawali dari lingkungan tempat tinggal. Anak harus dikenalkan dan diberi
pengertian bahwa dia memiliki jenis kelamin yang berbeda dengan teman-temannya yang sering bermain bersama. Tanamkan juga pada anak tentang
perbedaan agama yang dianut di sekitar rumahnya, apalagi
di lingkungan perumahan,
biasanya terdapat keragaman dalam agama, kebudayaan, pekerjaan dan status sosial yang ada di
masyarakat.
Negara
kita yang tercinta Indonesia,
adalah negara yang memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi satu jua. Semboyan Bhineka Tunggal Ika diambil dari kitab Sutasoma yang ditulis oleh
Mpu Tantular. Latar Belakang dari Semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah mengingat
negara kita, memiliki berbagai perbedaan baik dari suku
bangsa, agama, ataupun kebudayaan yang begitu unik. Maksud Bhineka Tunggal Ika adalah, bagaimana agar setiap perbedaan yang
ada, tidak serta merta
menjadi penyebab pertikaian dan permusuhan di negara kita, justru perbedaan tersebut menjadi daya
tarik tersendiri bagi bangsa Indonesia karena bisa hidup rukun dan saling menghargai perbedaan
yang ada.
Kemerdekaan
yang diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil perjuangan bersama
seluruh rakyat Indonesia. Zaman dahulu para pemuda bersatu, berjuang
agar mencapai satu tujuan yaitu
Indonesia Merdeka, agar terlepas dari
belenggu penjajahan. Seluruh rakyat
Indonesia bersatu padu membela NKRI .
Kemerdekaan Indonesia tidak akan terwujud, jika
rakyat kita terpecah belah, mementingkan
kepentingan suku, agama,
dan kebudayaan sendiri dan golongan.
*Elpi Yudistira, Guru BK dan
Pegiat Literasi di SMPN 1 Limbangan, Garut.
KUNJUNGI STAND GUNEMAN DI GEBYAR PENDIDIKAN KABUPATEN GARUT 2019
MILIKI MAJALAH PENDIDIKAN GUNEMAN, MAJALAHNYA GURU LITERAT!
PENGIRIMAN NASKAH :
gunemanonline@gmail.com (Guneman versi online)
guneman_magazine@gmail.com (Guneman versi cetak)
0 Response to "BELAJAR MENERIMA PERBEDAAN"
Post a Comment