PROFESI GURU DALAM MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0
H. Abdul Rojak, M.Pd
Guru SMPN 3 Kota Cirebon
A.
PENDAHULUAN
Revolusi
industri 4.0 merupakan fase keempat dari perjalanan sejarah revolusi industri
yang dimulai pada abad ke 18. Menurut Prof. Schwab (2016), dunia mengalami
empat revolusi industri. Revolusi industri 1.0 ditandai dengan penemuan mesin
uap untuk mendukung mesin produksi, kereta
api dan kapal layar. Yang semula tenaga manusia dan hewan menjadi andalan dalam
proses produksi, selanjutnya diganti dengan tenaga mesin uap. Dampaknya,
produksi dapat dilipatgandakan dan didistribusikan ke berbagai wilayah secara
lebih masif. Selain dampak positif tersebut, revolusi industri ini menimbulkan
dampak negatif dalam bentuk pengangguran
masal.
Revolusi
industri 2.0. Ditandai dengan ditemukannya energi listrik dan konsep pembagian
tenaga kerja untuk menghasilkan produksi dalam jumlah besar pada awal abad 19.
Enegi listrik mendorong para ilmuwan untuk menemukan berbagai teknologi lainnya
seperti lampu, mesin telegraf, dan teknologi ban berjalan. Puncaknya, diperoleh
efesiensi produksi hingga 300 persen.
Selanjutnya
tahap ketiga yang dikenal dengan nama Revolusi Industri 3.0. Ditandai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat pada awal abad 20 telah
melahirkan teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara
otomatis. Mesin industri tidak lagi dikendalikan oleh tenaga manusia tetapi
menggunakan Programmable Logic Controller
(PLC) atau sistem otomatisasi berbasis komputer. Dampaknya, biaya produksi
menjadi semakin murah. Perkembangan teknologi informasi semakin maju, antara
lain; teknologi kamera yang terintegrasi dengan mobile phone dan semakin berkembangnya industri kreatif di dunia
musik dengan ditemukannya musik digital
Puncak
revolusi industri saat ini dengan
lahirnya teknologi digital yang berdampak masif terhadap kehidupan manusia di
seluruh dunia, yang dikenal dengan istilah Revolusi Industri generasi keempat
(4.0). Revolusi industri 4.0 mendorong sistem otomatisasi di dalam semua proses
aktivitas. Teknologi internet yang semakin masif tidak hanya menghubungkan
jutaan manusia di seluruh dunia tetapi menjadi basis bagi transaksi perdagangan
dan transportasi secara online. Sering kita jumpai dalam bisnis transportasi
online seperti Gojek, Uber dan Grab menunjukkan integrasi aktivitas manusia
dengan teknologi informasi dan ekonomi menjadi semakin meningkat. Berkembangnya
teknologi outonomous vehicle (mobil
tanpa supir), drone, aplikasi media sosial, bioteknologi dan nanoteknologi
semakin menegaskan bahwa dunia dan kehidupan manusia telah berubah secara
fundamental.
Disruptive innovation,
merupakan roh utama dari revolusi industri 4.0. perubahan fundamental terhadap
kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut tak terduga menjadi fenomena yang akan
sering muncul pada era revolusi indutsri 4.0. Menurut Prof Clayton
M. Christensen, ahli administrasi bisnis dari Harvard
Business School, menjelaskan Inovasi
disruptif (disruptive innovation) adalah inovasi
yang membantu menciptakan pasar baru,
mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan
teknologi terdahulu tersebut. Inovasi disruptif mengembangkan suatu produk
atau layanan
dengan cara yang tak terduga di pasar, umumnya dengan menciptakan jenis konsumen
berbeda pada pasar yang baru dan menurunkan harga pada pasar yang lama. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Inovasi_disruptif).
Pengaruh
disruptif akan merubah cara pandang tentang pendidikan, perubahan yang
dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar tetapi jauh yang lebih esensial,
yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan. Jadi perubahannya tidak
hanya berpengaruh di sektor ekonomi dan teknologi, namun sesungguhnya
berpengaruh juga dalam dunia pendidikan.
B. Peluang
Kesempatan
yang luas bagi siapa pun yang ingin maju, teknologi informasi yang semakin
mudah terakses hingga ke seluruh pelosok menyebabkan semua orang dapat
terhubung dalam sebuah jejaring sosial. Banjir informasi seperti yang
diprediksikan Futurolog Alvin Tofler (1970) menjadi realitas yang ditemukan di
era revolusi industri saat ini.
Pada masa perkembangan teknologi
yang pesat, termasuk dunia pendidikan, guru sulit bersaing dengan mesin. Mesin
atau robot yang hadir jauh lebih cerdas, lebih cepat, dan lebih efektif dalam
pencarian informasi dan pengetahuan. Karena itu, guru perlu mengubah cara
mengajar dari yang bersifat tradisional menjadi pembelajaran multistimulan. Termasuk
inovasi pembelajaran berbasis online dijalankan dengan terbuka, saling berbagi,
serta terhubung dan berjejaring. Prinsip itu menandai dimulainya demokratisasi
pengetahuan yang menciptakan peluang bagi setiap orang untuk memanfaatkan
teknologi secara produktif. Sedangkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence dirancang untuk
melakukan pekerjaan yang spesifik. Membantu tugas-tugas keseharian manusia. Di
bidang pendidikan, kecerdasan buatan membantu pembelajar melakukan pencarian
informasi sekaligus menyajikannya dengan akurat dan interaktif. Contoh tersebut
mengubah secara fundamental kegiatan belajar dan mengajar. Ruang kelas
mengalami evolusi ke arah pola pembelajaran digital. Pola itu menciptakan
pembelajaran yang lebih kreatif, partisipatif, beragam, dan menyeluruh.
Peran guru juga ikut berubah dari
semula menyampaikan pengetahuan, menjadi mentor, fasilitator, motivator,
inspirator, juga pengembang imajinasi dan kreativitas. Kemudian, guru menjadi
penanaman nilai-nilai karakter dan membangun teamwork serta empati sosial.
Aspek-aspek itu penting untuk dijalankan oleh guru, mesin tidak dapat
menanamkan nilai-nilai karakter, kecuali oleh guru.
Google sebagai mesin pencari informasi
atau ilmu pengetahuan bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk anak didik, namun
mesin populer tersebut tidak bisa menanamkan nilai karakter kepada anak didik.
Di sini peran guru menjadi penting dalam pebentukan nilai-nilai karakter dan
akhlak.
C. Tantangan
Era
perkembangan teknologi yang kita kenal dengan istilah revolusi industri
generasi empat tidak hanya menyediakan peluang, tetapi juga tantangan bagi
generasi milineal, juga tantangan berat bagi guru Indonesia. Mengutip Jack Ma
dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan adalah tantangan
besar abad ini (Sumber: https://padek.co/koran/padangekspres.co.id). Jika tidak
mengubah cara mendidik dan belajar-mengajar, 30 tahun mendatang kita akan
mengalami kesulitan besar.
Mungkinkah
guru kita siap menghadapai era revolusi industri 4.0.? Bukankah guru kita masih
disibukkan oleh beban penyampaian muatan pengetahuan dan ditambah berbagai
tugas administratif? Saat ini yang dirasakan guru kita beban kurikulum dan
beban administratif yang terlalu padat sehingga tidak lagi memiliki waktu
tersisa memberi peluang anak didik menjelajahi daya kreatif mereka menghasilkan
karya-karya orisinal. Akibatnya, interaksi sosial anak didik terbatasi, daya
kreasinya terbelenggu, dan daya tumbuh budi pekerti (akhlak) terkikis.
Kenyataan
dalam implementasi pembelajaran dibatasi dinding-dinding ruang kelas yang tidak
memungkinkan anak didik mengeksplorasi lingkungan pendidikan yang sesungguhnya,
baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Guru menyelenggarakan
pembelajaran tergantung kebiasaan dan bukan sebagaimana seharusnya, miskin
inovasi dan kreasi.
Menyikapi
hal itu, tentu variabel kualitas pendidik (Guru) merupakan faktor terpenting.
Kompetensi guru harus diproyeksikan untuk mampu menjawab tantangan termutakhir
yang bermuara pada penyiapan generasi terdidik yang siap bersaing dan terjun
langsung di era revolusi industri 4.0.
Setidaknya
terdapat lima kualifikasi dan kompetensi guru yang dibutuhkan di era revolusi
industry 4.0., Pertama, Educational
competence, kompetensi mendidik/ pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic
skill. Kedua, Competence for
technological commercialization, punya kompetensi membawa siswa memiliki
sikap entrepreneurship (kewirausahaan)
berbasis teknologi dan hasil karya inovasi siswa. Ketiga, Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap
terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid
dan keunggulan memecahkan masalah (problem
solver competence). Keempat, Competence
in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga
punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan
berikut strateginya. Kelima, Conselor
competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami
materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan
keadaan yang makin kompleks dan berat, dibutuhkan guru yang mampu berperan
sebagai konselor/psikolog.
Satu
hal yang tidak kalah penting dalam memperbaiki performa guru di era revolusi industri
4.0 adalah guru harus melek digital economy, artificial intelligence, big
data, robotics, tanpa mengesampingkan pentingnya tugas mulia penumbuhan
budi pekerti luhur bagi anak didik. Melalui guru, dunia pendidikan mesti
mengkonstruksi kreativitas, pemikiran kritis, kerja sama, penguasaan teknologi
informasi dan komunikasi serta kemampuan literasi digital.
Era
digital justru semakin kompleks dan saling melengkapi dengan perkembangan
zaman, serta lompatan kecerdasan generasi milenial yang mereka hadapi di kelas
sebagai peserta didik. Tantangan ini merupakan peluang berharga untuk
menstimulus munculnya guru era digital yang cerdas dan melek teknologi terkini.
D. Kesimpulan
Revolusi industri fase 4.0.
Perkembangan iptek yang sangat pesat memberikan dampak yang besar terhadap
kehidupan manusia, juga mendorong sistem otomatisasi di dalam semua proses
aktivitas. Teknologi internet yang semakin masif tidak hanya menghubungkan
jutaan manusia di seluruh dunia tetapi menjadi basis bagi transaksi perdagangan
dan transportasi secara online.
Perubahan yang
dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial,
yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri. Jadi
perubahannya tidak hanya berpengaruh di sektor ekonomi dan teknologi, namun
sesungguhnya berpengaruh juga dalam dunia pendidikan.
Peran guru juga ikut berubah dari semula menyampaikan
pengetahuan, menjadi mentor, fasilitator, motivator, inspirator, juga
pengembang imajinasi dan kreativitas. Kemudian, guru menjadi penanaman
nilai-nilai karakter dan membangun teamwork serta empati sosial. Aspek-aspek
itu penting untuk dijalankan oleh guru, mesin tidak dapat menanamkan
nilai-nilai karakter, kecuali oleh guru.
Kualitas guru merupakan
faktor terpenting, kompetensi guru harus diproyeksikan untuk mampu menjawab
tantangan termutakhir yang bermuara pada penyiapan generasi terdidik yang siap
bersaing dan terjun langsung di era revolusi industri 4.0.
Referensi
https://id.wiki-pedia.org/wiki/Inovasi_disruptif.(2016). Diambil 28 Desember 2018
https://padek.co/koran/padangekspres.co.id/cetak/berita/117764/Peran_Guru_di_Era_Revolusi_4.0.
Diambil 29 Desember 2018
Schwab, K. (2016).
The fourth industrial revolution. Crown Business Press.
Tofler, A. (1970).
Future shock. USA: Random House.
0 Response to "PROFESI GURU DALAM MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0"
Post a Comment