RAISHA
oleh: Siti Rohayati
"Bunda, ayo berangkat. Katanya mau antar aku latihan menari,"
rengek Raisha.
"Ya, sabar dulu, dong. Bunda kan
harus siapkan apa yang mau dibawa dulu. Nah sekarang waktunya berangkat." Aku
lihat Raisha begitu sukacita.
"Hm ..., Kamu sudah besar, Nak! Tak terasa waktu begitu cepat
berlalu."
Sebenarnya di usiaku yang tak muda lagi, aku mendapat amanah untuk
merawat seorang bayi perempuan. Bayi itu
aku beri nama Raisha. Ibunya meninggal saat melahirkan. Sedangkan ayahnya meninggal
karena sakit. Jadilah aku yang merawat bayi perempuan itu.
Mungkin sudah jalan hidupku atas
takdir-Nya. Aku begitu tulus menyayanginya seperti aku menyayangi anakku
sendiri.
“Subhanallah. Mungkin karena
ketulusanku, air susu aku keluar. Mana mungkin?" gumamku.
Seolah mendapat petunjuk-Nya, aku pun memberanikan diri menyusui Raisha
dengan seizin suamiku. Saat menyusui, aku merasakan hubungan batin yang sulit
aku lukiskan. Kasih sayangku semakin menggebu. Sayang … di usia Raisha sepuluh
bulan, air susuku tak keluar. Raisha kecil pun sepertinya memahami kondisiku.
Ia tidak rewel. Raisha tumbuh sehat. Kini usia Raisha sudah delapan tahun. Ia
duduk di bangku SD Kelas 2. Menari adalah salah satu kegemarannya.
Aku
bersyukur, suami dan anak-anakku turut menyayanginya. Baik aku maupun suamiku
tidak membedakan kasih dan sayang yang kami berikan. Meski Raisha bukan darah
dagingku, tapi ia satu susuan dengan anak-anakku yang lainnya. Jadi karena itu
hubungan batin kami sangat kuat. Kehadiran Raisha membawa warna tersendiri buat
keluargaku. Kegembiraan, keceriaan, kebahagiaan, semuanya klop jadi satu.
"Bunda akan terus menyayangimu, Nak.
Semoga Kamu sehat terus. Kamu akan di kelilingi oleh orang-orang yang
menyayangimu. Semoga kamu bahagia lahir batin, dunia dan akhirat," ucapku.
Cium, peluk, dan sayang untuk Raisha, permata hati bunda. Selamanya.
Semoga kamu saleha. Amin.
Penulis: Siti Rohayati, S.Pd.SD. Tambun,
15 Maret 2019
Penyunting: : Saiful Amri, M.Pd.
0 Response to "RAISHA"
Post a Comment