DESAKU PENDIDIKANKU
oleh Èsèp Muhammad Zaini
Tatkala berbicara desa, terbentang bayangan indah pegunungan dan persawahan.
Sungai mengular mengaliri kehidupan penduduk desa. Tetumbuhan menghijau sedap
dipandang mata. Kekeluargaan yang erat tanpa batas. Kehidupan yang sederhana
dan bersahaja. Para pekerja keras menghiasi sawah dan ladang. Di kala maghrib
tiba, surau dan mesjid bergema suara anak-anak desa mengaji.
Ketika duduk di bangku sekolah dasar, saya dan kawan-kawan selalu menyanyikan
lagu yang sangat menyentuh relung hati, Desaku karya A.T. Mahmud. Untuk itu,
sebelum bercerita lebih lanjut saya ingin menuliskan baris-baris syair lagu
tersebut.
Desaku
Karya A.T. Mahmud
Desaku yang kucinta pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan
Tak mudah bercerai
Selalu kurindukan
Desaku yang permai
Begitu indah lagu itu. Begitu permai desa itu. Tetapi, mengapa banyak orang
desa yang urban ke kota? Termasuk pelaku dalam lagu itu. Dia pasti seorang anak
yang telah lama meninggalkan desanya. Mungkin dia sekarang telah menjadi seorang
pejabat atau pengusaha. Atau, mungkin saja telah lama menjadi pembantu rumah
tangga, buruh pabrik, pemulung sampah, pengemudi metromini, pengamen jalanan,
hingga peminta-minta. Dia sedang merindukan desanya. Ingin pulang, tetapi
desanya tak menjanjikan apa-apa.
Apa yang membedakan kita dengan mereka yang lahir dan besar di pedesaan dan
pedalaman yang terpencil? Mengapa kita
bisa mencecap pendidikan di sekolah yang baik, menyelesaikan perguruan tinggi,
sementara banyak orang lain tidak dapat mengalaminya? Kesempatan, itu jawabannya. Karena oleh anugerah Tuhan kita tidak lahir
di pedalaman Kalimantan, di Puncak Jaya, di tengah hutan Mamberamo ataupun di
pegunungan Bukit Barisan. Tetapi Tuhan melahirkan kita di daerah perkotaan yang
mempunyai akses terhadap dunia pendidikan yang baik, sehingga kita mempunyai
kesempatan untuk maju. Jadi, kalau kita
memberikan kesempatan atau menyediakan kesempatan pada saudara-saudara kita
yang tinggal di pedesaan ataupun di pedalaman, maka mereka pun akan dapat maju
sebagaimana kita adanya.
Ternyata desa tak seindah pandangan orang kota. Di balik keindahan itu
tersembunyi berbagai macam persoalan. Persoalan itu hanya orang desa yang
merasakan. Terutama persoalan pembangunan pendidikan, baik secara fisik maupun
psikis. Orang kota yang lahir dan besar di kota, bukan seperti pelaku dalam
syair lagu di atas, mungkin tidak akan pernah mengetahui persoalan orang desa
yang sesungguhnya. Orang kota kelas menengah ke atas, bisa dengan leluasa
menimba ilmu di sekolah apa saja. Sebab, fasilitas sudah tersedia. Tetapi,
orang desa selain tak punya pilihan, yang ada pun jauh dari memuaskan. Ditambah
jarak tempuh yang melelahkan, menguras keringat.
Desa atau udik, menurut definisi "universal", adalah sebuah
aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa
adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang
dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit
pemukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun
(Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat
disebut dengan nama lain, misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan
Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, Hukum Tua di Sulawesi Utara.
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, istilah desa dapat disebut dengan nama
lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan
istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan
istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut
dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal
ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal
usul dan adat istiadat setempat.
Potensi desa dibagi menjadi 2 macam yaitu: a) potensi fisik yang meliputi
tanah, air, iklim dan cuaca, flora dan fauna; dan b) potensi non fisik,
meliputi masyarakat desa, lembaga-lembaga sosial desa, dan aparatur desa, jika
potensi dimanfaatkan dengan baik, desa akan berkembang dan akan berfungsi bagi
daerah lain maupun bagi kota.
Ciri-ciri masyarakat desa, antara lain: a) Mempunyai pergaulan hidup yang
saling mengenal antara ribuan jiwa; b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang
kesukuan terhadap kebiasaan; c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang
paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti: iklim, keadaan alam,
kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan;
d) Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang
lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di
luar batas wilayahnya; e) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar
kekeluargaan; f) Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian;
g) Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat
istiadat, dan sebagainya.
Saat ini jumlah desa di Indonesia tercatat 74 ribu desa. Sebanyak 32 ribu desa
yang tersebar di 183 kabupaten di Indonesia masuk kategori tertinggal. Dari 32
ribu desa tertinggal tersebut dengan penduduk 57,5 juta. Sebagian besar daerah
tertinggal tersebut berada di Indonesia bagian timur dan Sumatera. Sedangkan,
Pulau Jawa hanya 12 kabupaten, termasuk dua wilayah di Provinsi Banten, yakni
Kabupaten Lebak dan Pandeglang.
Menurut Mulyadi Jayabaya, Ketua Umum Askati yang juga Bupati Lebak, saat ini
masyarakat yang tinggal di daerah-daerah tertinggal kondisinya cukup
memprihatinkan, baik infrastruktur jalan, pendidikan, kesehatan, penyediaan air
bersih, jaringan listrik juga layanan publik lainnya.
Banyak daerah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia, Timor Leste, dan
Papua Nugini mengalami ketertinggalan dalam pembangunan dan tingkat
kesejahteraannnya. Pembangunan di daerah tersebut jauh tertinggal sehingga
perlu dituntaskan agar masyarakat Indonesia tidak eksodus ke negara tetangga.
Pembangunan di daerah tersebut jauh tertinggal sehingga perlu dituntaskan agar
masyarakat Indonesia tidak eksodus ke negara tetangga. Sebanyak 26 dari 37
kabupaten/kota di perbatasan masuk kategori daerah tertinggal. Kondisi demikian
sangat ironis mengingat perbatasan merupakan daerah terdepan dan menjadi
beranda negara. Sebab daerah perbatasan menjadikan kawasan yang strategis untuk
pertahanan dan keamanan. Saat ini, daerah perbatasan masih terbelakang dalam
pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya.
Pemerintah akan mengucurkan dana APBN sebesar Rp 43 triliun guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah kawasan perbatasan.
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, apa yang harus kita perbuat untuk
pendidikan anak-anak desa? Karena, pendidikan merupakan hak sekaligus kewajiban
setiap warga negara. Tentu banyak hal yang bisa kita lakukan, bukan sekadar
mengkritik pemerintah. Apabila kita sebagai mahasiswa, seringlah berkunjung ke
desa. Jangan kalah oleh Pak Jokowi yang hobinya blusukan ke tempat-tempat
kumuh. Jangan terlalu memikirkan hal yang besar-besar dalam berbuat. Hal kecil
jauh lebih bermanfaat dan bermartabat, apabila kita lakukan. Mahasiswa sedang
menimba ilmu. Ilmu yang diraih hari ini, esok lusa diestafetkan kepada warga
desa. Kita harus selalu ingat pada hadis yang sangat populer, sampaikanlah ilmu
walau satu ayat. Mereka bukan sekadar butuh materi, tetapi juga butuh motivasi.
Saat saya duduk di bangku SD, kedatangan sejumlah mahasiswa IPB. Mereka
melaksanakan KKN, bukan Kolusi Korupsi dan Nepotisme, tetapi Kuliah Kerja
Nyata. Terbersit dalam hati saya ingin kuliah seperti mereka. Pada saat itu di
desa saya, jangankan ada yang kuliah, melanjutkan ke SMP saja menjadi barang
langka. Beberapa tahun kemudian, ternyata tak terasa saya menjadi seperti mereka.
Dan, sekarang lebih banyak lagi yang kuliah, walau tidak sedikit juga yang drop
out. Seribu satu macam alasan mereka yang drop out. Mulai dari alasan ekonomi
sampai melakukan pernikahan dini. Kan, masalah ekonomi sudah teratasi oleh BOS
(Bantuan Operasional Sekolah)? Oow.. belum seluruhnya!
Apabila kita sebagai pejabat atau pengusaha yang sukses, yang kebetulan berasal
dari desa. Yang pertama, jangan lupa lagu Desaku karya A.T. Mahmud agar selalu
tersentuh nurani kita, sehingga kita ingin menjelajah pelosok desa. Saya yakin
masih ada compang-camping persoalan pendidikan itu. Yang kedua, kumpulkanlah
anak-anak desa yang berasal dari keluarga golmis (golongan miskin). Yang
ketiga, cari dan temuilah teman atau karib kerabat yang dulu sedesa dengan
kita, yang kebetulan hari ini sudah sukses dalam ilmu dan harta.
Setelah hal itu kita lakukan. Selanjutnya, kita bisa menindaklanjutinya dengan
bermacam ragam aksi. Pertama, menjadikan mereka anak angkat. Tetapi tak perlu
diajak ke kota karena menambah beban bagi tanah air kota. Mereka tetap masih
menikmati kasih sayang keluarganya.
Kedua, kita menyediakan lapangan pekerjaan bagi orang tua anak-anak desa itu.
Kita bisa belajar membeli sawah atau ladang, kemudian digarap oleh mereka. Bisa
juga, kita menyediakan ternak-ternak, misal ayam, kambing, domba, kerbau, atau
sapi. Biasanya, di kanan kiri dan belakang rumah warga desa ada lahan tersisa.
Di lahan itulah ternak-ternak bisa dikembangbiakan. Nanti kita berbagi hasil
dengan mereka. Alangkah senangnya hati mereka karena bisa membiayai
keluarganya.
Selama ini bantuan dari pemerintah selain belum menyeluruh, juga rasa tanggung
jawab mereka masih kurang. BLT masih bersifat konsumtif. PNPM harus menempuh
jalur prosedural. Yang kadangkala disusupi hantu politis. BLT, PNPM dan program
pemerintah lainnya bukan tidak bagus, tetapi tentu saja masih ada
bolong-bolongnya. Nah, kitalah yang menambal bolong-bolongnya itu. Artinya,
kita ikut berpartisipasi menyukseskan (bukan mensukseskan ya) program
pemerintah dan negara.
Ketiga, kita bisa membentuk yayasan. Yayasan ini bisa bersinergi dengan
berbagai pihak, baik dengan perangkat desa maupun pihak lain, perorangan maupun
lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta. Yayasan tidak harus membangun gedung
sekolah, tetapi tetap memberdayakan sekolah yang telah ada. Atau bekerja sama
dengan PKBM. Yayasan bisa bersumbangsih dalam bentuk apapun dan sekecil apapun.
Yang penting pendidikan anak-anak desa terselamatkan. Siapa tahu kelak mereka
yang akan memegang kendali negara kita tercinta. Hampir semua pemimpin besar di
dunia berasal dari desa. Mereka tahan banting dan teruji ketangguhannya.
Karena, mereka sudah terbiasa berjuang dan berkorban di comberan. Akhirnya,
suatu saat mereka bisa mengumandangkan lagu Desaku karya A.T. Mahmud sembari tetap
memelihara keindahan dan kepermaian desa. Tidak seperti pejabat dan pengusaha
saat ini yang cuma pandai menghabisi hutan dan meratakan gunung jadi hilang.
Semoga!
Cianjur, 4/11/2013
0 Response to "DESAKU PENDIDIKANKU"
Post a Comment