KAMPANYE POLITIK VS KAMPANYE ECOLITERACY
Oleh Riyan Rosal Yosma Oktapyanto, M.Pd
Beberapa bulan ini kita
disuguhi oleh nuasa politik yang kental di negeri ini. Di berbagai media baik
cetak maupun elektronik mainstream
seperti koran, majalah, televisi dan radio maupun media daring ramai
pemberitaan soal politik. Tak kalah dengan dunia media, di dunia nyatapun setiap hari kita disuguhi di kiri dan kanan
jalan yang kita lewati penuh dengan baligo, pamplet, poster, dan alat kampanye
lainnya yang terpasang di berbagai sudut pinggir jalan.
Rasanya makin hari
makin banyak alat kampanye dipasang dimana-mana. Apalagi menjelang hari-hari pencoblosan. Dimulai
di tembok-tembok rumah, gank, tiang listrik, bahkan dipaku atau dililit di pohon-pohon.
Pemandangan seperti ini niat mereka untuk sosialisasi tentang partai politik, calon legislatif, dan calon presiden/ wakil
presiden mereka. Namun apakah sudah
tepat peruntukannya dan apakan sudahkah mereka sadar bahwa mereka tidak
mengganggu lingkungan sekitarnya?.
Jika dilihat dari
berbagai aspek rasanya banyak pelanggaran yang mereka ciderai. Hak pemilik
rumah yang ditempeli poster, stiker,
maupun pamplet apakah merasa terkotori atau terhalangi olet alat peraga
kampanye mereka? Ruang terbuka hijau yang seyogyanya indah dipandang sekarang
terpasang berbagai poster maupun baligho besar yang menghalangi. Pinggir sawah-sawah, kebun, dan jembatan pun tak
luput dari tancapan alat peraga yang seakan mengotori lahan-lahan tersebut.
Selayaknya para elit
parpol maupun para kadernya menyadari bahwa pemasangan alat peraga ada
aturannya. Namun entah mengapa seakan-akan terlupakan karena euforia pesta demokrasi
5 tahunan ini. Aspek ekologis sepertinya tak dihiraukan lagi. Mungkinkah ecoliteracy mereka masih kurang, sehingga tak memikirkan dampak ekologis dari
semua aktivitas mereka. Pemasangan yang
semramut bukan hanyak mengurangi kebersihan dan kenyamanan ekologis namun juga
sebenarnya mengganggu estetika lingkungan kita.
Mungkin pendidikan politik kita haruslah dibarengi
dengan pendidikan dibidang ekologis sehingga ecoliteracy dimasyarakat kita bisa
lebih baik. Menurut Michael K Stone, dan Z Barlow, (2005) dalam bukunya yang berjudul Ecologycal Literacy: Educating Our Children
for a Sustainable World, menjelaskan bahwa ecoliteracy atau ecologycal
literacy adalah kemampuan seseorang yang melek ekologis dimana dia memiliki
setidaknya pemahaman dasar ekologi, ekologi manusia, dan konsep keberlanjutan,
serta mereka mempunyai langkah-langkah untuk memecahkan masalah mengenai
lingkungan dan keberlangsungannya. Konsep ecoliteracy ini layaknya kita
kampanyekan terus menerus agar terciptanya lingkungan alam dan sosial yang
terjaga keberlangsungan dan kelestariannya di masa depan.
Rasanya
ecoliteracy tak kalah penting dengan
persoalan politik. Dalam hal ini bukan hanya soal politik saja yang harus
kampanyekan namun ecoliteracy ini pun
harus kita kampanyekan. Ecoliteracy bukan
hanya 5 tahunan kampanyenya namun jangka waktu yang lebih panjang dari jangka
waktu perpolitikan. Mengapa Ecoliteracy perlu
kita kampanyekan terus menerus? Hal itu karena agar manusia sadar bahwa ia
hidup bersama alam. Bukan alam yang butuh kita tapi kita yang butuh alam. Kita
harus sadar bahwa konsep keberlanjutan alam ini adalah tanggung jawab kita semua. Seperti slogan
Dinas Lingkungan Hidup katakan: Jika
kita jaga alam, maka alam akan jaga kita.
Riyan
Rosal Yosma Oktapyanto.,M.Pd, guru SDN Dahniar Kabupaten Bandung, Penulis buku, Guru SDN Dahniar Kab. Bandung, dan Aktivis Ecoliteracy, alamat
Komplek
Gading Tutuka Residence Blok M1 no.2 Desa Ciluncat Kecamatan Cangkuang Kabupaten
email :
riyanryo@gmail.com dan aayosma@yahoo.com
0 Response to "KAMPANYE POLITIK VS KAMPANYE ECOLITERACY"
Post a Comment