Merekam jejak RA. Kartini melalui ektrakurikuler keputrian di sekolah
Oleh.
Ineu Maryani
Masih
segar dalam ingatan kita peristiwa kejadian ‘bullying’ oleh sejumlah remaja
putri terhadap siswi lainnya bernama Audrey siswi SMP di Pontianak yang terjadi
pada hari Jum’at, 29 Maret 2019. Hal itu diberitakan oleh berbagai media
elektronik dan media sosial. Bahkan kasus Audrey sempat menjadi salah satu
topik terpopuler dunia di twitter.
Kejadian
itu bagi Audrey tentu saja menyisakan trauma dan kesedihan yang mendalam. Terlepas
apapun yang melatarbelakangi kejadian itu, namun yang terasa miris dan
menyedihkan adalah perlakuan kasar atau bullyingterhadap
Audrey pelakunya adalah sejumlah remaja
putri yang masih duduk di bangku SMA.
Hari
Kartini yang selalu diperingati secara nasional setiap tanggal 21 April, adalah
sebuah peringatan yang diharapkan menggugah jiwa wanita-wanita di Indonesia,
khususnya remaja putri agar dapat merekam dan meneladani Kartini dengan
perjuangan membebaskan wanita-wanita Indonesia dari keterbelakangan pengetahuan
dan peradaban yang dikenal dengan nama emansipasi wanita.
Tentu
kejadian kekerasan sebagai ‘bullying” yang dilakukan oleh remaja putri tehadap
Audrey, apabila RA Kartini masih hidup akan sangat menyedihkannya. Betapa tidak,
perjuangan emansipasi bukanlah yang keblablasan seperti itu, bertindak kasar
dan arogan, namun pendidikan yang mengedepankan karakter kewanitaan yang lembut
namun tangguh menghadapi tuntutan jaman.
Berbagai
kejadian miris lainnya sering kali kita dengar terkait remaja putri yang status
pendidikannya masih di SMA/Mahasiswa, bahkan SMP yang telah melakukan pergaulan
bebas, sehingga banyak sekali peristiwa pembuangan bayi yang sangat
mengenaskan.Salah satunya yang
baru terjadi seperti yang diberitakan pada tanggal 9 Januari 2019, di
Samarindaseorang remaja putri dan kekasihnya yang tega membuang bayinya di tepi
jalan karena malu memiliki bayi tetapi mereka belum menikah.Tentu kejadian ini
hanyalah salah satu kasus yang terungkap dari ratusan kasus yang sama, yang
mungkin jumlah ini lebih banyak dari yang diperkirakan
Selanjutnya berdasarkan sistem data base
pemasyarakatan, jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan wanita di lingkungan
kanwil Jawa Barat, pada bulan April 2019, tercatat berjumlah 665 orang. Jumlah
itu tersebar di beberapa lapas dengan
berbagai jenis kejahatan yang dilakukannya.Data ini tentu saja sangat
mencengangkan, wanita yang dikenal sebagai makhluk yang lembut dan penurut,
ternyata mampu melakukan berbagai kejahatan yang serius.
Tentu fenomena ini akan terus meningkat dari
tahun ke tahun seiring kemajuan teknologi dan ketatnya persaingan hidup. Sudah
saatnya semua pihak secara serius menangani agar kejahatan tidak terjadi lagi.
Mulai dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat yang memberi pengertian
dan pemahaman yang benar terhadap kedudukan mulia wanita yang akan menentukan
kemajuan dan kemunduran suatu bangsa.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan tentu saja
diharapkan memiliki akses yang sangat memungkinkan untuk mengembalikan fitrah
wanita sebenarnya yang dikehendaki RA. Kartini. “Habis Gelap Terbitlah Terang”
adalah harapan RA. Kartini muda yang
dinukil dari Al-qur’an Surat Al-baqoroh (2) ayat 257: “Allah adalah pelindung
orang-orang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya……”
Begitu besarnya keinginan RA Kartini mengetahui
tugas, fungsi dan perannya sebagai
wanita yang diyakininya sebagai hal yang hakiki berdasarkan keinginan Tuhannya.
Pada saat itu, untuk dapat mempelajari
Al-qur’an dan ilmu lainnya sangatlah terbatas, dibatasi dengan berbagai
ketabuan yang membuat RA kartini dalam deraan kegalauan sehingga hal itu
dicurhatkan kepada sahabatnya J.H. Abendanon di Belanda. Hanya dengan cara itulah
RA Kartini dapat mencurahkan keinginan jiwanya.
Untuk itulah sudah saatnya sekolah mampu mencetak
generasi kartini-kartini lainnya yang mampu merekam jejak RA Kartini melalui
kegiatan positip, tidak hanya peringatan euforia
sesaat yang hanya ditunjukkan dengan karnaval baju-baju daerah saja atau
mengenakan baju profesi. Sekolah harus segera menggalakkan program
ektrakurikuler keputrian secara terprogram dan terevaluasi. Melalui keputrian
diharapkan pembentukan karakter kewanitaan yang menjunjung pemahaman yang benar
bahwa dirinya adalah wanita terhormat yang berhak untuk berbahagia dan memiliki
harapan masa depan yang cemerlang.
Program ektrakurikuler keputrian yang dimaksud dapat
diampu oleh beberapa guru yang
diharapkan memiliki program terencana untuk memahamkan peran besar
seorang wanita, sehingga mereka tidak tersibukkan oleh hal-hal yang tidak
penting, rebutan pacar atau terlena dengan drakor (drama korea) yang sedang
melanda sehingga melupakan tugas utamanya yaitu belajar dan mengerjakan berbagai
tugas lainnya.
Program ektrakurikuler keputrian juga dapat
memberikan penjelasan secara detail tentang perubahan fisik dan psikis remaja
putri yang terkadang cukup membingungkan mereka, sehingga mereka akan sangat faham dan tentu saja akan
berhati-hati terhadap hubungan di luar
nikah, karena akan sangat mempengaruhi kesehatan reproduksi dan kesehatan
mentalnya.
Program ektrakurikuler keputrian juga harus terus
menerus memberi motivasi bagi remaja putriuntuk fokus terhadap cita-citanya,
sehingga kegiatan juga dapat dirancang tidak hanya berupa ceramah dan diskusi
tapi dapat juga berupa ‘proyek nyata” sebagai target baik jangka pendek ataupun
jangka panjang yang dipandu langsung oleh guru keputrian.
Hal yang tentu saja paling utama program ektrakurikuler keputrian adalah
menanamkan karakter religius yang akan menjadi dasar pijakan remaja putri untuk
memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang benar. Remaja putri
diharapkan memiliki keimanan dan keteguhan untuk menjaga kehormatan dirinya.
Remaja putri harus disadarkan bahwa kecantikan yang
hakiki bukanlah hanya sekedar cantik secara fisik, tetapi lebih jauh memiliki
kecantikan batin yang dihiasi dengan keshalehan.
Bukankah dunia ini adalah perhiasan, dan
sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah (al-Hadist). Ungkapan hadist ini
harus mampu ditanamkan oleh pembimbing keputrian kepada setiap remaja putri
sehingga diharapkan tidak akan pernah ada lagi remaja putri yang menyakiti
teman lainnya hanya gara-gara hal yang sepele.
Program ektrakurikuler keputrian juga dapat
menciptakan lingkungan persahabatan yang baik.
Karena masa remaja berada pada
‘masa konformitas’ artinya mereka sangat tergantung sekali dengan teman
sebayanya. Maka menciptakan lingkungan yang baik yang dikelilingi oleh remaja
yang baik akan sangat mempengaruhi kepribadian
remaja menjadi lebih positif.
Semoga program ektrakurikuler keputrian di
sekolah mampu mencetak generasi kartini- kartini muda yang menyadari sepenuhnya
akan tugas, fungsi dan perannya sebagai wanita terhormat yang memiliki
cita-cita dan harapan untuk memajukan bangsa Indonesia di masa kini dan masa
yang akan datang.
Penulis adalah
guru Bimbingan dan Konseling di SMPN 1 Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat.
0 Response to "Merekam jejak RA. Kartini melalui ektrakurikuler keputrian di sekolah"
Post a Comment