PEMBIASAAN BUKAN PEMAKSAAN DALAM PENDIDIKAN
Oleh Imam Nur Suharno
Kepala HRD dan Personalia Pondok Pesantren Husnul
Khotimah, Kuningan, Jawa Barat
Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Dengan pendidikan, peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Untuk pengembangan potensi diri peserta didik
diperlukan pendidikan dengan pembiasaan. Sebagaimana dikatakan dalam syair, “Anak akan tumbuh pada
apa yang dibiasakan ayahnya kepadanya. Ia tidak dapat tunduk oleh akal, tapi
kebiasaanlah yang dapat menundukkannya.”
Dalam pepatah Arab dikatakan, ”Man syabba ’ala syai’in, syaaba ’alaihi”, barangsiapa yang membiasakan sesuatu (pada waktu mudanya) maka akan terbiasa melakukannya (pada masa tuanya).
Nabi SAW menegaskan melalui sabdanya,
“Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika umurnya telah mencapai tujuh
tahun, pukullah mereka (jika tidak mau shalat) jika telah berumur sepuluh
tahun. Dan, pisahkanlah
tempat tidur di antara mereka.” (HR Abu Dawud).
Islam mengalokasikan waktu tiga tahun secara berturut-turut untuk
mengajarkan shalat pada anak. Hal ini merupakan rentang waktu yang leluasa
untuk membiasakan shalat. Jika masih belum terbiasa melakukannya selama rentang
waktu pembiasaan, maka langkah tegas (bukan keras) harus diambil untuk menjamin
mapannya kebiasaan itu.
Jika dihitung, perintah shalat
berdasarkan hadis di atas, setiap orang tua menyuruh anaknya mengerjakan shalat
selama tiga tahun dan pada setiap waktu shalat akan menghasilkan jumlah
hitungan yang sangat banyak. Hitungan itu adalah 5 waktu x 365 hari x 3 tahun =
5475. Sekiranya angka itu memiliki arti, hal itu menunjukkan pentingnya pengulangan dalam pendidikan.
Islam tidak mengenal pola
pendidikan dengan kekerasan. Islam menekankan pola pendidikan kasih
sayang (QS Ali Imran [3]: 159). Memberikan hukuman kepada anak dibenarkan dalam Islam. Meski demikian, kebolehan itu
tidak dipahami secara mutlak. Namun, harus diiringi batasan dan jaminan yang
mendapatkan hukuman tersebut memainkan perannya dalam memperbaiki anak.
Hukuman itu tidak dimaksudkan untuk melampiaskan
kemarahan atau balas dendam kepada anak. Melainkan harus berada dalam koridor
perbaikan (Ahmad Ali Badawi dalam bukunya Ats-Tsawab wa Al-’Iqab fi
At-Tarbiyyah).
Muhammad
Rasyid Dimas dalam Dua Puluh Kesalahan dalam Mendidik Anak memberikan
syarat yang harus dipegang ketika hendak menerapkan hukuman fisik, hendaknya hukuman fisik itu menjadi pilihan terakhir, guru menghindari saat-saat marah dan emosi, bertahap dalam
memberikan hukuman, dari ringan menuju yang lebih berat.
Imam
al-Ghazali berpesan, ”Anak adalah
amanah bagi orang tuanya. Hatinya
yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada
kejahatan dan dibiarkan, ia akan celaka dan binasa. Sedang memeliharanya adalah
dengan upaya pendidikan dan menjaga akhlak yang baik.”
Semoga Allah membimbing kita para guru
agar dapat mengantarkan kepada kesalehan dan kecerdasan anak didik. Amin.
Identitas Penulis :
Nama : H Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI.
Alamat : Kompleks PP. Husnul Khotimah, Desa
Maniskidul, Jalaksana, Kuningan 45554.
HP : 0813-2422-6576.
No Rekening : 909 1069499 a.n. Imam Nur Suharno,
Bank Muamalat Cabang Cirebon.
0 Response to "PEMBIASAAN BUKAN PEMAKSAAN DALAM PENDIDIKAN"
Post a Comment