DIALOG DIAM YANG TIDAK DIAM
Catatan dari Acara Ngabuburit Sastra dan Launching Buku “Dialog Diam” karya Sigit Sulistio:
Launching Buku “Dialog Diam” karya Sigit Sulistio
|
Guneman.Majalengka. Setelah lebih dari 15 tahun tersimpan di dalam
arsip, akhirnya puisi-puisi Sigit Sulistio berhasil dibukukan dan diterbitkan
oleh Guneman Publisher dengan judul
“Dialog Diam”. Menurut Sigit sendiri, kumpulan puisi ini semula akan dibukukan
setelah berhasil meraih juara dalam ajang Lomba Penulisan Buku Nonteks
Pelajaran yang diselenggarakan Puskurbuk pada tahun 2007. Namun rencana Puskurbuk
mem-publish “Dialog Diam” tidak
kunjung menjadi kenyataan, menyebabkan draft buku juara ini lama tersimpan.
Sigit Sulistio |
Selama menunggu kesempatan publishing, beberapa buah dari kumpulan puisi “Dialog Diam” karya
Sigit Sulistio sudah ada yang menyebar di beberapa antologi puisi bersama
Penyair Majalengka, antaranya di dalam Antologi Puisi “Muara” (2012) dan
“Episode Angin” (2017). Walaupun beberapa ada yang diambil melengkapi kedua
antologi itu, jumlah puisi di dalam “Dialog Diam” tidak berkurang. Buku
terbitan Guneman Publisher yang
memuat dua bagian kumpulan puisi ini memuat 55 buah puisi. Terdiri atas 33 buah
di bagian pertama dan 22 puisi di bagian kedua.
Jum’at, 17 Mei 2019 akhirnya “Dialog Diam” karya
Sigit Sulistio di-launching lewat
sebuah acara bertajuk Ngabuburit Sastra. Ruangan
aula Disparbud Majalengka dengan kapasitas 300 orang nyaris penuh. Hadir pada
kesempatan itu bukan saja kalangan seniman, budayawan, dan sastrawan, namun
juga guru-guru bahasa dan puluhan siswa SMA/SMK yang menaruh minat terhadap
sastra. Launching buku “Dalog Diam” dibuka secara resmi oleh Kepala Disparbud
Majalengka, Gatot Sulaeman.
“Ini merupakan event luar biasa,” demikian
Kadisparbud dalam sambutannya. “Kegiatan Sastra saat ini sudah jarang sekali
tersentuh. Alhamdulillah, atas kerja sama DEKKMA dan KSM kegiatan ini bisa
berlangsung, sekaligus melengkapi kalender kegiatan Disparbud pada pertengahan
tahun 2019 ini.”
Puisi-puisi karya Sigit Sulistio yang terangkum di
dalam buku “Dialog Diam” ini rata-rata ditulis pada tahun 1990-an. Kenyataan
ini menjadi daya tarik sendiri mengingat pada tahun 1990-an itulah sastra di
Majalengka menggeliat dengan baik dan mengalami konsistensinya hingga sekarang.
Menurut Hasan Ma’arif, kurator sekaligus penulis pengantar pada buku “Dialog
Diam” menyatakan bahwa puisi-puisi Sigit ini merupakan karya yang ditulis
ketika Majalengka saat itu mengalami masa keemasan dalam kesusastraan.
“Di Majalengka pernah berkumpul, saat itu, para
penyair dari tiga wilayah, yaitu Majalengka, Cirebon dan Yogyakarta,” demikian
Hasan Ma’arif dalam sambutan kuratorialnya. “Maka terbitlah saat itu antologi
puisi “Langgam Kota Angin” (1998). Selang dua tahun kemudian, terbit antologi
“Penyair Lima Kota” (2000) yang menghimpun para penyair dari Majalengka, Cirebon,
Indramayu, Yogyakarta, dan Tasikmalaya. Tahun-tahun berikutnya terbit antologi
“Muara” dan “Episode Angin” dengan tahun terbit sebagaimana tertulis di atas.
Kehadiran “Dialog Diam” karya Sigit Sulistio ini
menambah antologi puisi tunggal yang jumlahnya belum banyak di Majalengka. “Selama
ini baru beberapa orang saja yang membukukan kumpulan puisinya, padahal di
Majalengka terdapat sejumlah penyair yang potensial dan sajak-sajaknya bagus,”
pungkas Hasan Ma’arif.
Acara launching yang dimeriahkan dengan baca puisi
dan musikalisasi puisi itu berlangsung kurang lebih 4 jam hingga saat berbuka
puasa tiba. Muhammad Tajuddin, ulama yang juga seorang penyair, menutup acara
ini dengan tausiyah sastra.
“Semoga Allah senantiasa memberikan kita maaf,
lahir dan batin, sekaligus memaafkan para penulis puisi yang terkadang lupa
kewajibannya menulis,” ungkapnya sedikit berkelakar. “Selamat kepada rekan saya
Sigit Sulistio. Semoga ini bukan merupakan karya pertama yang dibukukan, dan
juga bukan karya terakhir. Kita akan selalu menunggu Sigit Sulistio dengan
karya-karyanya yang lain. Dan, tentu saja karya-karya teman penulis yang
lainnya. Semoga Alla memberi kita kekuatan untuk terus berkarya.”
Soré itu Sigit Sulistio, sang penyair yang juga
Pengawas SMA/SMA KCD Pendidikan Wilayah IX itu tampak sangat bahagia. Pasalnya,
selain dihadiri pengunjung dan anak sitri, juga dihadiri oleh
sahabat-sahabatnya, para penyair Majalengka yang membidani lahirnya KSM sekitar
20 tahun yang lalu.
“Saya bahagia, karena soré ini hadir
sahabat-sahabat saya. Ada Kijoen, Hasan Maarip, Memet Toev, Nandang Darana,
Ganjar, dan Tajudin,” ungkap Sigit. “Tanpa mereka, acara akan terasa hampa.” (Asikin Hidayat-Guneman)
0 Response to "DIALOG DIAM YANG TIDAK DIAM"
Post a Comment