GULANG-GULANG
Kisah yang dialami ayah ku ini
terjadi sekitar tahun 1970 an, tujuh tahun sebelum aku lahir. Ayah adalah
seorang Sutradara sandiwara keliling atau massres yang menjamur pada dekade
70-80 an. Pada masa itu pertunjukan seni sandiwara sangat populer, hampir tiap
desa di wilayah Indramayu yang mengadakan hajatan baik pernikahan atau khitanan
selalu menanggap pertunjukan sandiwara
keliling. Sebagai seorang Sutradara tentu saja ayah selalu meninggalkan ibu di
rumah dalam jangka waktu lama, tergantung berapa desa yang menanggap sandiwara
tersebut, bisa seminggu bisa juga sebulan.
Suka duka sebagai seorang Sutradara
sudah banyak dialami ayah, dari persaingan-persaingan dengan grup sandiwara
lain, baik secara terbuka atau sembunyi-sembunyi, mengatasi preman-perman di
desa bersangkutan, pun dengan kisah-kisah mistis di tiap desa yang menanggap
rombongan sandiwara ayah.
Salah satu kisah mistis yang tidak
pernah dilupakannya adalah ketika grup sandiwar nya ditanggap di sebuah desa
terpencil masih dalam wilayah Kabupaten Indramayu, desa itu sangat terpencil,
jauh dari desa-desa lainnya, berada di tengah-tengah areal persawahan yang
sangat luas seakan desa itu adalah sebuah pulau terpencil di tengah puluhan
hektar areal persawahan, belum lagi akses jalan menuju desa tersebut kala itu
sangat sulit, maklum pembangunan sarana prasarana belum menyeluruh.
Sore hari rombongan sandiwara yang
digawangi ayah sampai di desa tersebut, padahal hari H akan dilangsungkan besok, tapi untuk menghindari keterlambatan sebab akses jalan
yang sangat sulit maka mau tidak mau rombongan ayah datang satu hari lebih
cepat. Tuan rumah yang menanggap grup Sandiwara ayah merupakan orang ter kaya
di desanya, seorang lelaki paruh baya berpenampilan perlente, sopan dan
sepertinya sangat loyal terbukti begitu rombongan ayah datang langsung disambut
dengan berbagai makanana yang enak-enak, seluruh rombongan ditempatkan di
sebuah rumah bagus, pun dengan ayah dan salah seorang temannya ditempatkan di
sebuah kamar yang sangat bersih dan wangi.
“Gus, kamu sudah tidur?”
“Belum pak, ada apa pak?”
“Saya heran dengan tuan rumah kita kali ini.”
“Maksud bapak?”
“Seluruh rombongan ditempatkan dalam
satu rumah, sementara kita ditempatkan di kamar ini.”
“Ya, mungkin ini sebuah penghormatan,
bapak kan Sutradaranya.”
“Ah, tidak begitu juga sih gus, saya
merasa kurang nyaman saja, sepertinya ada yang salah dengan kamar ini.”
“Ada yang salah, maksud bapak?”
“Sudahlah gus, saya mau keluar
sebentar kamu tidur duluan saja.”
“Bapak mau kemana?”
“Nonton wayang kulit di kampung
sebelah.”
“Ikut lah pak, daripada saya
sendirian.”
“Ya sudah, ayo.”
Agus dan ayah akhirnya keluar dari
kamar tersebut, malam berangsur merambat ke titik sepi, udara malam itu sangat
gerah menurut ayah, padahal titik-titik air dari langit mulai turun, udara
dingin berhembus cukup kencang, langit gelap tak berbintang, lolongan anjing terdengar panjang menggidikan dari
ujung kampung.
Dini hari, sekitar jam dua ayah dan
Agus setelah nonton wayang di kampung sebelah sampai kembali di rumah tuan
rumah yang ternyata seorang kepala desa. Suasana sangat sepi, dingin dan sunyi.
Ayah yang hendak masuk ke kamar dikejutkan oleh sebuah ringkikan kuda yang
sangat keras, sepontan ayah dan Agus mengurungkan niat masuk kamar, keduanya
mengendap-endap menuju belakang rumah, ketika berada sepuluh langkah di depan
jendela kamar tuan rumah, ayah tertegun, seekor kuda besar berbulu hitam legam
berdiri tepat di bawah jendela kamar kepala desa tersebut, tak berapa lama
muncul dari dalam kamar melalui jendela satu sosok tinggi besar sambil memanggul
sesuatu di pundaknya, sepertinya yang dipanggul sosok tinggi besar itu kepala
desa, tuan rumah yang besok akan menikahkan anaknya, begitu sosok tinggi besar telah
berada di punggung kuda, diawali hembusan angin kencang serta lolongan anjing, sosok
tinggi besar dan kudanya itu lenyap begitu saja dari hadapan ayah dan Agus.
Pagi harinya, rumah kepala desa yang
akan melangsungkan hajatan itu geger dengan meninggalnya pak Badrun sang kepala
desa, dan yang lebih mencengangkan lagi ketika jenajah pak Badrun akan
dikebumikan, jasad kepala desa itu berobah
menjadi gedebog pisang, usut punya usut, sosok tinggi besar yang dilihat ayah
itu menurut keterangan warga adalah Gulang-gulang sebangsa mahluk halus yang
akan datang menagih tumbal pesugihan bagi yang bersekutu dengan dirinya,
rupanya ruangan yang disediakan untuk ayah itu adalah kamar pemujaan tapi berhubung malam
itu ayah dan temannya tidak ada di tempat maka yang menjadi pengganti adalah
pak Badrun sendiri orang yang hendak mempersembahkan ayah dan temannya sebagai
tumbal pesugihan.
Selesai.
Indramayu,
2019
Biodata Penulis
Alamat
Penulis.
Rumah
Sakit MM. INDRAMAYU. Jl. Letjen. Soeprapto. No. 292 Kelurahan Kepandean. Kec.
Indramayu (Samping PDAM Indramayu)
No.
HP: 081380790380.
No.
Rekening: 4239.01.007726.53.9. BRI unit Tugu
atas nama. KUSYOTO.
0 Response to "GULANG-GULANG"
Post a Comment