REUNI: ANTARA BAPER DAN MUHASABAH DIRI

oleh
Isnaini Nasuka Rahmawati*)
Ini aku tulis agar terus mengingatkanku dan menjadi pelajaran untuk anak
dan cucuku kelak. Ya, pelajaran ketika mereka dewasa (tua-red) jika mereka melakukan reuni. Semoga acara reuni tidak
pupus gara-gara sistem zonasi sekolah, ya.
Kisahnya berawal seusai lebaran
aku menghadiri acara reuni teman sekelas ketika SD. Kami lulus pada 1980, jadi
bisa Anda perkirakan “How old I am now”. Iya,
usia kami saat reuni antara 51-54 tahun. Bagi kami, reuni tersebut adalah yang
pertama sejak ramainya acara reuni, setelah maraknya penggunaan WhatsApp. Kami menghubungkan teman-teman
lama secara cepat menggunakan WA Grup.
Kurang lebih 39 tahun kami baru dipertemukan. Peristiwa tersebut tentu
saja hiruk-pikuk saling kangen. Tak terbayangkan serunya. Saat SD teman sekelas
yang perempuan hanya 7 orang. Ketika lulus hanya 5 orang. Hampir saja kami
tidak saling mengenali.
Hal yang membuat aneh adalah perkataan dua orang temanku, Tono dan Tuti
(bukan nama asli) menurut mereka, aku
tak secantik kakakku. Mereka sering berjumpa kakakku yang tinggal di desa yang
sama dengan mereka.
Aku memang tak seperti temanku yang berkulit putih dan kelihatan "necis"
dengan lipstick merahnya.
Penampilanku tidak seperti dulu yang mereka ingat. Ya Allah, Ya Rabb,
aku memang sudah tak pernah greget ingin tampil lebih cantik di mata
orang lain selain suami. Aku tak ingin memakai lipstick di luar rumah, perawatan pun sekadarnya saja. Hal ini
membuat aku tak nampak putih glowing
seperti teman-teman perempuan lainnya.
Sekarang semangatku hanya fokus mendidik
keempat anakku. Aku berharap untuk fokus
pada keputusanku sehingga lebih baik dalam melayani Allah, suami, anak-anaku,
dan anak didikku. Hal-hal lain seperti berpenampilan saat reuni tidak akan menyibukkan
aku.
Alhamdulillah semua komentar teman-teman saat reuni tersebut seperti; “Kamu,
kok, nampak lebih tua dari Mbakyumu”,
“Kamu, kok, nggak secantik dulu”, “Kamu,
kok, ....” cuma kujawab dengan senyuman. Alhamdulillah aku diberikan kesehatan
hingga saat ini bisa bertemu semua teman.
Itu sudah cukup bagiku.
Sekarang tidak ada baper (bawa perasaan-red) lagi karena aku yakin
Allah sedang memilihkan jalan ternyamanku sampai saat ini seperti ini. Semoga aku
selalu di posisi nyaman seterusnya. Menurutku sesungguhnya pada usiaku ini sudah tak pantas
galau kepada keinginan menjadi indah di mata manusia tapi lalai indah di
hadapan Allah.
*) Penulis dari Serang, Banten.
Penyunting: Saiful Amri
0 Response to "REUNI: ANTARA BAPER DAN MUHASABAH DIRI"
Post a Comment