DI LUAR LOGIKA
oleh
Nita Juanita*)
Berbicara mengenai hal gaib, aku percaya
itu karena Allah SWT mengajarkan juga dalam Al-Quran. Aku selalu merasa tertarik
pada cerita-cerita gaib, dari sejak kecil. Terkadang majalah misteri pun aku
lahap jadi bacaan.
Selang waktu berlalu, usia sudah kepala
tiga, seringkali mendengar bahkan menyaksikan langsung dari orang-orang yang
menurutku tidak punya pikiran positif, selalu terbujuk rayuan setan, selalu
mendendam, bahkan serakah.
Entah aku yang salah, atau barangkali
ada ucapan suami yang kurang berkenan di hati orang lain, sejak April 2018, aku
mulai sering kehilangan uang. Itu adalah uang kantor, uang hajat hidup orang
banyak, uang yang bukan milikku sendiri, uang hak para guru baik PNS maupun non-PNS
yang sering aku bagikan ke sekolah-sekolah. Kehilangan uang, sekali dua kali,
aku anggap biasa, mungkin aku teledor salah menghitung. Tapi, kejadin ini aku alami
setiap bulan. Selalu ada saja uang yang
hilang, padahal sudah aku susun berdasarkan sekolah. Misalnya dalam lipatan
satu jutaan, hilang beberapa lembar. Setiap bulan, aku kehilangan hingga Rp
1.000.000,00.
Di rumah, suamiku seringkali mengeluh, pendapatan
dari usahanya warung kelontong, menurun beberapa bulan ini. Biasanya mendapat
omzet sebesar Rp 800.000,00 hingga Rp 1.000.000,00 per hari, namun sekarang hanya sekitar Rp 400.000,00. Tiap
Sabtu dan Minggu, saatnya belanja barang kelontong, suami menjadi kelabakan. Ia
meminjam uang pribadiku, bahkan uang celengan anak, untuk menutupi semuanya.
Aku dan suami berpikiran mungkin memang lagi sepi pembeli karena mendengar selentingan
obrolan pemilik warung lain pun sama kasusnya.
Uang pribadiku seringkali tidak masuk
akal antara saldo kas dan uang ril, jumlahnya tidak sesuai. Seharusnya uangnya
lebih, tapi nyatanya malah uangnya berkurang. Aku menganggapnya mungkin ada
pengeluaran yang lupa belum aku catat.
Begitu pula uang saldo pulsa, dari usaha
aku jualan pulsa di aplikasi PayTren,
modal sejumlah Rp 9.000.000,00 tiba-tiba
sebagian hilang entah ke mana. Aku menyadarinya saat mau melakukan top-up saldo, hanya ada dua pertiganya
saja. Aku hanya bisa membesarkan hatiku, barangkali terpakai kebutuhan pribadi
yang lupa dicatat. Kejadian ini berlangsung berbulan-bulan. Aku tidak curiga
sedikit pun, apalagi pada hal-hal yang di luar nalar manusia, tuyul, misalnya.
Karena uang kantor dipegang berdua dengan
temanku, tak jarang dia pun sama-sama terkena imbasnya, sama-sama kehilangan
uang juga. Dari situ, kami berdua mulai curiga dan berprasangka ada sesuatu
yang sulit dijelaskan nalar manusia, di luar logika manusia. Benarkah ada tuyul
di kantor, di rumahku, atau di rumah temanku?
Aku sudah bercerita kepada teman-teman
kerja, mereka tidak memberikan solusi, walaupun kami sudah mengikuti nasihat
dan saran mereka. Menurut mereka, hal ini terkait dengan disiplin. Menurutnya, hanya
bendahara yang berhak mengambil uang, selain bendahara diharapkan membawa surat
tugas untuk tertib administrasi.
Kabar hilangnya uang ini sampai ke
atasanku, kepala sub bagian keuangan. Saat itu, usai apel pagi, Senin, hari
terakhir di 2018. Aku dan 3 orang teman perempuan lain, yang biasa memegang
uang, dipanggil Bapak Kasubag untuk menghadap di ruangannya. Aku dan seorang
teman yang bersama-sama bertugas memegang uang, menceritakan peristiwa
hilangnya uang. Namun dua teman lain tidak mengalami hal yang kami alami.
Bapak Haji, biasa aku dan yang lain
memanggilnya adalah termasuk orang yang bisa mengobati secara batin. Katanya,
sudah dua hari menerawang kami berdua.
"Ini bukan perbuatan tuyul,
melainkan jin," katanya.
Mendengar penjelasannya, seluruh
tubuhku merinding, termasuk ketiga temanku yang lain.
Kemudian, uang kantor yang aku bawa diminta
dikeluarkan dan diletakkan di atas meja. Setelah itu, beliau meletakkan telapak
tangannya di atas tumpukan uang tersebut. Lalu membaca doa-doa.
"Ayaan yeuh, dituturkeun," ucapnya.
Setelah
itu, Pak Haji berkata, "Dari warung
Neng, bibitnya. Neng ditumpangan jin
kiriman. Sok kadieu, duduk di samping Bapak. Aa suka marah-marah ya? Untung soranganna cicing. Di pandangan Aa bukan
Neng, jadi hewa bae."
Aku mengiyakan semua perkataan Pak Haji,
padahal aku tidak menceritakan apa-apa.
Tangan beliau menutup mataku, menuntunku
berdoa, "Bismilah, Ya Allah bukakan mata hatiku untuk bisa melihat atas
izin-Mu."
Kemudian, beliau melafalkan bacaan. Aku
ikut membaca doa dan beristigfar. Tiba-tiba, pinggang kiriku terasa sakit. Aku kepalkan kedua
tanganku, dan kukatupkan gigi-gigiku menahan rasa sakit. Akhirnya aku menjerit
dan menangis.
Ketika usai, aku lihat Pak Haji pun
meneteskan air mata.
"Gini nih kalau habis mengeluarkan jin, suka seperti ini. Gimana Neng, masih sakit pinggang dan
pundaknya, serta pusing?"
"Kok, Bapak tahu saya merasakan
sakit?
Sakitku ini memang beberapa kali terasa,
tidak hanya saat ini saja, sebelumnya pun aku pernah merasakannya.
"Tuh, sekarang mah beda
tatapannya juga. Kemarin mah suka menghindari
tatapan Bapak, Bapak dalam hati bilang,
aya masalah naon yeuh budak teu cacarita."
"Sugan Pak?"
Aku benar-benar tidak menyadari, bahwa aku
menghindari tatapan beliau ketika berhadapan dengan beliau sebelum-sebelumnya.
"Nu sok ka warungna, mun unggal balanja make kaos kutang bae. Rada
hideung. Rambutna rada saeutik."
Tiba-tiba, aku teringat seseorang yang
ciri-cirinya mirip dengan yang disebutkan Pak Haji.
"Kerjaanya dia, memelihara jin,"
tambah Pak Haji.
Ya itulah sepenggal kisahku. Aku akan terus
belajar menyikapi segala sesuatu dengan positif. Aku mengimani Al-Baqarah ayat
3: "(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat,
dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka."
*)
Penulis: Nita Juanita (Staf Disdikbud Kabupaten Kuningan).
(Cermis, 2019).
Penyunting: Saiful Amri
0 Response to "DI LUAR LOGIKA"
Post a Comment