HADIRNYA CINTA SEJATI

oleh Vera Verawati*)
Pagi
ini saya begitu terenyuh ketika tanpa sengaja melihat sepasang lanjut usia,
seorang kakek dan nenek. Mereka tetanggaku yang telah berusia 72 dan 68 tahun.
Melintas di depan rumahku, sang nenek berjalan
tertatih dengan sabar dituntun lembut oleh kakek yang masih terlihat lebih
sehat dari istrinya. Senyum selalu terlihat di wajah keduanya, begitu hangat
terlihat, ah, andai saja .... Setitik air mata menetes tak terasa ada rasa yang
entah apa namun begitu sejuk rasanya.
Pasangan lainnya pernah menjadi perhatian,
saat itu saya masih bekerja di Singapura dan kebetulan berkesempatan untuk
menolong salah saatu klien dari bos saya yang ternyata adalah sepasang suami istri
yang sudah sepuh. Keduanya seorang profesional bergelar doktor. Sang suami
berusia 92 tahun sedang sang istri 93 tahun. Istri kondisinya mulai tertatih
dan tubuhnya pun mulai membungkuk sedang suami masih enerjik dan aktif. Sungguh
mengharukan ke mana pun keduanya pergi selalu menyertakan pasangan dan tak
pernah lepas berpegangan.
Sungguh
pemandangan yang langka di Era Milenial ini, menyaksikan pasangan di usia senja
masih saling menuntun satu sama lain, apa rahasianya? Ketika saya berbincang
dengan kedua pasangan berbeda kebangsaan itu ada satu kesimpulan yang saya
dapat, pendidikan tinggi atau latar belakang keluarga ternyata bukan menjadi
faktor utama awetnya usia pernikahan melainkan rasa penerimaan dan konsistensi
terhadap tujuan awal dari pernikahan tersebut. Itu sebabnya ketika kita memutuskan
untuk menikah, hal yang paling penting untuk menjadi pedoman adalah apa dasar
kita menikah. Seperti yang diajarkan dalam Quran, Allah berfirman:
”Dan Kami berfirman,
”Wahai Adam! Tinggalllah Engkau dengan istrimu di dalam surga dan makanlah
dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah
Kamu dekati pohon ini, nanti Kamu termasuk orang-orang yang zalim!”
(QS Al-Baqarah [2]: 35)
Hal terpenting adalah komunikasi, saling
memahami karakter pasangan. Dan saat satu pihak ada yang tidak sepaham, diam
adalah cara terbaik menghindari konflik. Saat kita memilih untuk menikah maka
bersiaplah dengan kekurangan terburuk dari pasangan kita dan belajar untuk
menghindari kejenuhan dengan terus menciptakan kehangatan dengan pasangan. Perjalanan sebuah pernikahan akan melewati
banyak sekali persoalan namun pasti akan mampu dilalui dengan terus berbahagia
jika kita tetap mengedepankan penerimaan.
Tidak melihat kelebihan pada orang lain
tapi teruslah mencari dan mengingat kebaikan dari pasangan. Memaafkan dan
memaklumi setiap kekurangan maka tak ada yang perlu ditakutkan pasangan akan
berpaling ke lain hati. Mulailah bertanya pada diri sendiri, masihkah kita bisa
menerima kekurangan pasangan setelah 5 atau 10 tahun usia pernikahan? Lalu
bagaimana sebaliknya dengan pasangan kita?
Di saat bukan saja bentuk fisik yang
berubah, tapi kebiasaan yang sama, rutinitas yang itu-itu saja dilengkapi hiruk
pikuk anak-anak atau bahkan tanpa keturunan, masihkah bisa kita tetap mesra pada
pasangan? Jawabannya sangat sederhana tentu bisa tetap mesra hingga usia senja
bahkan sampai maut memisahkan saat di antara keduanya ada kejujuran, ketulusan
dan terus berkeinginan saling membahagiakan sekemampuan masing-masing.
Berapa usia pernikahan Anda, setahun,
atau 50 tahun tak ada bedanya. Dia yang kita nikahi sejak ijab terucap hingga
kapan pun takkan berubah, maka raihlah tangannya tetaplah gengggam dan saling
menuntun saat sakit dan sehat, saat berjaya dan terpuruk, saat berupa atau berkeriput,
saat sempurna atau cacat. Karena bahagia yang langgeng berawal dari penerimaan
atas kekurangan dan saling memuji atas setiap kebaikan pasangan. Itulah
kesejatian cinta.
*)
Penulis: Vera Verawati lahir di Jambi pada 01
Pebruari 1979. Hobinya membaca dan
menulis. Ia berprofesi sebagai juru masak di Waroeng Ilmu, Cirendang,
Kuningan.
Penyunting: Saiful Amri, M.Pd.
0 Response to "HADIRNYA CINTA SEJATI"
Post a Comment