SEMESTER PERTAMAKU DI SMPN SATAP
Oleh : Ikin Zaenal Mutaqin
Teringat
delapan belas tahun yang lalu, kali
pertama menginjakkan kaki di kota Mangga
Indramayu. Waktu itu kepala dinas pendidikan kabupaten Indramayu, memberi
sambutan dihadapan para cpns yang kebanyakan dari luar Indramayu. Beliau
memberi wejangan bahwa Indramayu adalah kota pesisir pantai, sehingga udaranya
mengandung garam, sehingga membuat orang sangat mudah emosi. Seiring dengan
perjalan waktu Alhamdulillah saya dapat menyesuaikan diri dengan keaadaan dan
kondisi kota tersebut. Saya di tempatkan di Indramayu dari tahun 2000,
sementara saya dibesarkan dan sekolah di kota Bandung, yang mana kondisi alamnya
sangat berbeda dengan Indramayu.
Seiring
perjalanan waktu akhirya saya dipromosikan menjadi calon kepala sekolah pada
tahun 2016, dan mengikuti diklat kepala sekolah di LP2KS Solo. Alhamdulillah pada akhir tahun 2017, tepatnya 22 Desember 2017, saya dilantik menjadi kepala sekolah dan
ditugaskan di SMPN Satu Atap 1 Krangkeng. Begitu menerima SK saya langsung
googling mencari tahu sekolah tersebut. Ternyata tempat lumayan jauh dari
tempat tinggal saya, kira-kira perjalanan sekitah 40 menit dari rumah. SMP ini
terletak dipinggir pantai, perbatasan dengan kabupaten Cirebon.
Kesan
Pertama di SMPN Satu Atap 1 Krangkeng
Setelah
mendapat SK saya tidak bisa langsung bertugas karena memasuki liburan akhir
semester, rasa penasaran yang tinggi tentang bagaimana keadaan sekolah yang
akan saya pimpin (maklum baru jadi kepala sekolah). Akhirnya saya ajak keluarga
saya, istri dan ketiga putra kami untuk survey. Karena tempatnya belum tahu
maka saya gunakan google map, Alhamdulillah terdeteksi. Begitu memasuki jalan
pedesaan google map mulai memandu belok kiri, belok kanan walaupun pada
kenyataan tidak sesuai, setelah perjalanan kurang lebih satu jam akhirnya
sekolahnya ketemu. Alhamdulillah “mewah” sekali alias mepet sawah, luman jauh dari
pemukiman penduduk. Karena lagi libur semester sehingga kami tidak bisa bertemu
dengan warga sekolah. Akhirnya saya keliling sekolah mengamati keadaan sekitar
sekolah, ada 6 rombel ruang kelas tapi yang dua rombel tidak ada kursi dan meja.
Dan yang satu ruangan sepertinya
dijadikan gudang, satu ruang guru dan satu ruang TU, satu ruang lab. IPA dan 1
ruang lab. Komputer. Halaman sekolah masih berupa tanah sehingga rumputnya
lumayan subur, sehingga kesan yang pertama kali saya dapatkan bahwa sekolah ini
masih hijau.
Bulan Januari
2018 merupakan bulan bersejarah bagi saya karena bulan inilah pertama kali saya
menjabat menjadi kepala sekolah. Wah keren banget itulah mungkin yang terbersit
dipikiran orang-orang, demikian juga saya. Tapi disinilah saya mulai mengalami
banyak tantangan yang selama ini belum terpikirkan oleh saya. Awal Januari 2018
saya di antar temen-temen guru, TU dan Kepala Sekolah tempat saya terugas sebelumnya. Acara seremonial jumpa pisah pun berlangsung
penuh kekeluargaan, namun sayang kepala sekolah yang lama, tidak bisa hadir dan
diwakili oleh komite sekolah.
Hal yang
membuat saya begitu semangat adalah sambutan dari komite dan guru-guru di SMPN
Satap 1 Krangkeng yang begitu mengharapkan saya untuk melakukan perubahan di
sekolah ini. Setelah acara seremonial jumpa pisah semua temen guru, TU dan kepala
sekolah yang mengantar saya, berpamitan.
Ada perasaaan sedih, haru, semua bercampur jadi satu. Saya seperti diingatkan
bahwa selanjutnya saya harus berjuang sendiri ditempat baru, oh my good mudah-mudahan
itu hanya perasaan saja.
Hari pertama
saya bertugas seperti kebiasaan disekolah lama saya langsung mengadakan brifing untuk saling berkenalan dengan
semua personil SMPN Satap 1 Krangkeng. Mereka masih terlihat segan untuk
berkomunikasi dengan saya. Hari-hari berikutnya saya jalani tugas ini dengan
mengamati dan mempelajari segala kebiasaan yang ada di sekolah ini sambil
memperbaiki hal-hal kecil jika dirasa perlu.
Minggu ke dua
saya bertugas mulailah bermunculan masalah dan tantangan yang harus segera diselesaikan.
Dari masalah-masalah yang ada, yang membuat saya harus berjuang keras sebagai
prioritas utama adalah masalah persiapan ujian nasional. Tiba-tiba saya
ditelpon pengawas pembina bahwa SMPN Satap 1 Krangkeng belum daftar UN secara
online di dapodik. Dalam hati kenapa ini bisa terjadi pendaftaran seharusnya di
bulan oktober-Desember. Saya tanya sama operatornya tidak tahu, karena beliau
baru, saya tanya ke wakasek juga tidak tahu. Akhirnya saya datang ke dinas
pendidikan dan ternyata memang belum di daftarkan oleh kepala sekolah lamanya.
Dan yang membuat saya tercengang bahwa pendaftaran onlie dudah ditutup, saya
minta solusi ke dinas gimana masa anak-anak terancam tidak bisa ikutn ujian
nasional. Akhirnya orang dinas tmenghubungi dinas pendidikn provinsi. Ternyata
memang betul belum terdaftar dan di dapodiknya pun sudah dikunci. Kami diberi
solusi bahwa kami harus datang ke dinas provinsi untuk mendaftarkan peserta
didik kami sebagai peserta ujian nasional. Alhamdulillah masalah dan tangtangan
pertama saya di SMPN Satap 1 Krangkeng bisa teratasi dengan baik.
Memasuki bulan
Pebruari, saya dapati kebutuhan sekolah yang begitu banyak, guru honorer belum
mendapat gaji, keperluan ATK, tidak ada printer, semuanya serba minim sedangkan
dana BOS belum juga turun. Akhirnya saya harus merelakan uang pribadi agar
operasional sekolah ini bisa berjalan.
Saya hanya bisa berdoa semoga saya punya rezeki yang banyak untuk membayar gaji
guru honorer yang sebetulnya tidak seberapa itu. Namun saya salut dengan
perjuangan dan semangat para guru honorer kami. Mereka sangat mengerti keadaan
sekolah, malah mereka menjawab, “Sudah biasa pak honor kami telat”. Sebuah
jawaban yang disatu sisi membuat saya agak lega, namun disisi lain membuat hati saya miris dan iba.
Semoga kedepan saya bisa mengupayakan adanya peningkatan, minimal honor tidak
telat.
Setiap memasuki
awal bulan saya agendakan adanya rapat, untuk mengevaluasi kinerja
masing-masing personil. Begitupun diawal bulan Maret saya mengakan rapa atau brifing. Ada beberapa hal yang mengbuat
saya tersenyum, Alhamdulillah komunakasi guru-guru dan TU semakin baik dan
terbuka untuk mengemukakan pendapat. Katanya “Kalau dulu mana ada yang beran,i
Pak”. Salah satu usulan dari temen-temen
guru dan TU adalah, mereka ingin seperti sekolah-sekolah lain punya seragam dan
ada study tour. Dari informasi guru dan TU,
hampir selama kurang lebih empat tahun, belum pernah ada study tour dan
belum ada seragam baru.Sebuah keinginan yang wajar punya segaram sebagai
identitas sekolah, sehingga mereka bisa eksis di media sosial. Akhirnya saya
tampung usulan tersebut, saya kembalikan lagi ke temen-temen guru dan TU
sanggup tidak mengkoordinir siswa untuk melaksanakan study tour. Mereka semua
bersemangat sanggup pak asalkan ada izin dari Bapak. Alalhamdulillan saya
agendakan kelas IX yang melaksanakan study tour sekalian perpisahan kelas. Ada
gairah dan antusias yang tinggi dari mereka, membuat saya menjadi merasa bisa move on dari berbagai masalah yang ada.
Memasuki bulan
April 2018, sekolah-sekolah sudah sibuk persiapan Ujian Sekolah dan ujian
nasional, kamipun sama meskipun SMP satap tetap mempersiapkan peserta didik
untuk ujian sekolah dan ujian nasiona. Sama denga sekolah lain kimi pun
melaksakan kegiatan bimbingan belajar tambahan, pelaksanaan tryout. Tapi untuk
tahun ini kami belum bisa melaksakan UNBK kareka persiakan yang terlalu mepet,
sehingga kami melaksakan UNKP. Tantangan dibulan ini adalah masalah “akreditasi”, ternyata SMPN Satu Atap 1
Krangkeng terakhir di akreditasi tahun 2010, jadi SMP kami akreditasinya sudah
kadaluarsa sehingga statusnya menjadi belum terakriditasi. Hal ini membuat
sekolah teramcam tidak bisa melaksanakan UN secara mandiri jadi harus
bergabung. Akhirnya setelah diskusi dengan temen guru dan TU, kami putuskan
bulan depan ikut akreditasi, yang terpenting sekolah terakreditasi dan itu akan
menjadi prestise tersendiri bagi sebuah sekolah.
Alhamdulillah
tahun ini akreditasi sekolah sudah menerapkan pemberkasan secara online melalui
simpena. Sehingga lumayan menyita waktu karena server yang masih belum stabil.
Yang menjadi kendala bagi saya untuk akreditasi ialah membutuhkan dana dan prasanana
yang lumyan besar. Sebuah tantangan lagi bagi saya, dan saya hanya bisa berdo’a
semoga dilancarkan dalam segala urusan sekolah ini.
Memasuki bulan
Mei 2018, adalah masa-masa peserta didik melaksanakan ujian sekolah dan ujian
nasioal. Sehingga kegiatan sekolah sudah mulai padat merayap. Belum lagi
persiapan akreditasi sekolah. Namun Alhamdulillah satu persatu masalah dan
tantangan dapat teratasi dengan baik, membuat saya semakin yakin bahwa do’a-do’a
yang kupanjatkan untuk kemajuan sekolah ini didengarNya. Ada khabar baik
akreditasi diundur setelah lebaran Idul fitri, membuat saya bisa menarik napas
panjang sejenak. Sehingga selama bulan suci Ramadhan dan lebaran, kami lebih
fokus ibadah.
Memasuki bulan
terakhir di semeter pertama saya merupakan tantangan yang terberat mungkin
selama enam bulan ini. Dimana tahun kemarin PPDB kelas VII, SMP kami hanya
mendapatkan peserta didik 16 orang dan yang aktif hanya 13 orang. Hal ini membuar
saya dan tim panitia penerimaan peserta didik baru, menjadi pesimis. Saya dan
wakasek serta guru PNS, berdikusi bagaimana caranya mendapatkan peserta didik
baru minimal 40 siswa., Karena kelas IX
yang akan keluar, ada 38 siswa. Akhirnya kami berjuang untuk mendatangi sekolah
dasar yang ada disekitar sekolah kami. Meskipun pendaftaran, sebetulnya belum
dimulai, istilahnya curi start. Saya langsung datangi kepala sekolah SD dan
guru kelas 6, langsung saya catat dan terdaftar di SMPN Satu Atap 1 Krangkeng.
Walaupun dengan cara agak memaksa ke gurunya. Pokoknya setiap anak yang daftar
ke SMPN Satap kami janjikan “Dasket” istilah yang cukup populer digunakan oleh
sekolah-seklah swasta dalam mencari peserta didik. Dasket artinta satu endas
dihargai seket, seket setara dengan 50 ribu rupiah.
“Pak, kalau dasket saja, maka sama dengan sekolah
swasta, jadi bagaimana kalau kita kasih seranggam juga?”. Sebuah usulan yang
menantang juga, namun kalau kami lakukan strategi ini, kami harus menyediakan dana
yang lebih untuk PPDB tahun ini. Setelah saya pertimbangkan lagi, maka akhirnya
saya setujui usulan teman panitia, asalkan target tercapai. Akhirnya mau tidak mau saya harus menyiapkan anggaran
yang lumayan besar., Berbeda sekali ketika saya jadi panitia PPDB di sekolah tempat
tugas dulu, musim PPDB kami tidak perlu susah-suasah cari siswa, mereka datang
sendiri. Bahkan mereka, para orang tua
siswa, berusaha dengan berbagai cara, agar putra putrinya, bisa diterima di
sekolah kami.
Sebuah
tantangan yang membuat saya terbebani adalah bagaimana kami harus mencari dan
mendapatkan siswa baru dengan harus mengeluarkan dana. Sungguh suatu perjuangan
yang mulia untuk temen-temen panitia dalam mencerdaskan anak bangsa.
Memasuki bulan
Juli 2018 saat daftar ulang peserta didik baru kelas VII, sampai hari terakhir
waktu pendaftaran ulang berakhir, Alhamdulillah belum ada satu pun siswa yang
daftar ulang. Saya tanya ke panitia gimana ini, apakah perjuangan kita sia-sia?
Teman-teman hanya menjawabnya dengan senyuman, hal ini membuat saya galau tidak
menentu. Bagaimana tahun ajaran baru nanti? Bagaimana kalau sekolah kami tidak
ada siswa barunya? Gagalkah saya jadi kelapa seolah? Seribu tanya dibenak saya
belum terjawab, saya hanya bisa curhat sama Alloh SWT. Sehingga doa-doa saya di
bulan Ramadhan kali ini banyak tentang masalah-masalah sekolah.
Dengan ucapan
La haola walaquwwata ilabillah, pada tahun ajaran baru 2018/2019 saya berangkat ke
sekolah dengan persaan masih galau. Akan adakah siswa kelas VII yang datang?
Begitu sampai digerbang sekolah ternyata sudah banyak siswa baru, ya Alloh saya
sampai menitikan air mata, terima kasih Ya Rab, Engkau telah mendengar do’a-do’a
hamba. Alhamdulillah setelah didata ada 39 siswa baru kelas VII yang datang ke
sekolah diantar orang tuanya dengan memakai seragam baru yang telah kami beri. Terima
kasih ya Alloh, terima kasih ya Alloh, kalimat-kalimat itulah yang bisa saya
ucapkan saking terharu dan bahagia melihat anak bangsa dari pinggiran pantai di
Desa Tanjakan bisa bersekolah.
Itulah
sepenggal pengalaman saya selama satu semester
menjadi kepala sekolah di SMPN Satu Atap 1 Krangkeng. Hikmah yang bisa
diambil bahwa setiap ada masalah kita harus hadapi apapun hasilnya. Kita jangan
lari dari satu masalah karena masalah lain akan mengejar kita. Kadang kebahagian
dan kepuasan tidak harus berupa materi, melihat anak-anak pinggiran pantai bisa
bersekolah saja kita sudah merasakan kebahagiaan yang tiada tara. Walaupun
untuk itu kami harus mengeluarkan anggaran ekstra. Mudah-mudah sepenggal
pengalaman ini bisa terus menginspirasi, khususnya bagi saya, umumnya bagi yang
membaca, Aamiin.
Penyunting: LilisYuningsih
H. Ikin. Zaenal Mutaqin, M.Pd, Lahir di Bandung, 27 Oktober 1969. Latar belakang pendidikan Tahun 1982 lulus dari SDN IX Babakan Ciparay Bandung , Tahun 1983 lulus dari SMP Pasundan 7 Bandung, Tahun 1988 lulus dari SMAN 4 Bandung. Diploma III Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung, FPMIPA Jurusan Pend. Matematika, S-1 Fakultas MIPA Universitas Pasundan Bandung (1997) dan S-2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Semarang (2009). Penglaman Mengajar SMPN 34 Bandung ( 1995-1998) SMA PGII Bandung (1997-2000)SMPN 1 Pasekan Indramayu (2000 - 2017). Dosen di FKIP Universitas Wilralodra Indramayu (2004 – sekarang)
|
Alhamdulillah...majasih sudah dimuat, mudah²an memberikan motivasi dan inspirasi
ReplyDeleteSana-sama, Kang. Tetap semangat ya untuk menulis. Sewaktu lihat biodata, ternyata kita pernah ada pada satu waktu di tempat yang sama, SMAN 4 Bandung. Akang dua tahun di atas saya.Salam kenal.
Delete