Sandal Jepit Untuk Wudhu di Musholla

oleh Lilis Yuningsih
Tak terasa hari sudah menjelang ashar, Alhamdulillah
daganganku sore ini hampir habis. Aku mampir di Musholla At Ta’awun di tetangga
desaku. Seperti biasanya agar bisa sholat tepat waktu dan berjamaah, aku selalu
mampir di musholla ini untuk sholat berjamaah. Saat ambil air wudhu yang
tempatnya agak sedikit berjauhan dari musholla, aku terpaksa antri dengan
anak-anak remaja dan ibu-ibu sepuh
karena tempatnya yang terbatas. Sepintas aku perhatikan anak remaja kebanyakan
adalah pelajar sebuah sekolah yang masih mengenakan baju seragamnya. Mungkin
mereka juga sama dengan pemikiranku, sebelum pulang ke rumahnya masing-masing
mampir dulu di musholla ini agar bisa sholat tepat waktu dan berjamaah. Namun
sayangnya selepas wudhu kok mereka tidak bersandal, bagaimana kalau mereka
menginjak najis yang menyebabkan wudhunya batal yang mengakibatkan sholatnya
juga batal. Hal ini sudah lama sebetulnya menjadi bahan pemikiranku, sejak aku
mulai sering mampir di musholla ini untuk melaksanakan sholat ashar.”Nok silahkan, mau
ambil air wudhu ?”, tiba-tiba sebuah suara mengalihkanku dari lamunan. Rupanya
antrian wudhu sudah habis tinggal aku berdiri mematung dan seorang ibu agak
sepuh yang mengingatkanku untuk segera ambil air wudhu. “Iya bu, tadi
antriannya panjang jadi saya menunggu namun sambil melamun rupanya”, jawabku, “
terima kasih bu”. Setelah berwudhu aku bergegas masuk musholla untuk ikut
berjamaah, , Alhamdulillah nampaknya baru berjalan satu rokaat.
Selesai sholat, berdo’a dan baca sholawat bersama, aku
berkemas membereskan sisa daganganku yang tersisa sedikit. Sudah setahun ini
aku belajar berdagang untuk membantu nenek agar tidak terlalu berat menanggung
beban untuk biaya hidupku. Setelah ayahku meninggal dunia setahun yang lalu
yang tidak lama kemudian disusul ibuku, aku hidup bersama nenek yang juga telah
lama ditinggal suaminya yaitu kakekku. Nenek hidup dari pensiunan kakek yang
tidak seberapa, untuk menambah penghasilan, nenek berjualan goreng-gorengan
didepan rumah sederhana kami.Ibuku adalah putrid tunggal nenek dan kakekku, dan
aku putri tunggal ayah ibuku. Jadi aku adalah cucu satu-satunya nenekku ini.
Cita-citaku, ingin sekali membahagiakan nenekku tercinta ini. Ayahku perantau,
beliau dan keluarga besarnya asli dari Tasikmalaya. Sesekali kakek, nenekku dan
keluarganya datang menengok aku di Indramayu ini. Sebetulnya mereka
menginginkan aku ikut ke Tasikmalaya dan tinggal bersama kakek, nenek dari
ayahku itu. Namun aku belum tega meninggalkan nenekku di Indramayu ini
sendirian. Walau ada juga saudara-saudara kandung dan para keponakan nenek yang tinggal satu desa dengan nenekku
di Indramayu ini.
“Jualan apa nok
?” terdengar sebuah suara kembali membuyarkan lamunanku. “Ini bu aneka bros
cantik hasil karya ibu guru dan teman-teman di sekolah saya bu” jawabku sambil
memperlihatkan kotak bros yang isinya tinggal beberapa buah. “Sekolahnya dimana
nok ?” beliau kembali bertanya. “Saya sekolah di SMPN Satap 1 Lelea bu, kelas
delapan” jawabku lagi.”Oh di desa sebelah yaa, selain bros apalagi yang dibuat
oleh bu guru serta teman-temanmu itu nok ?”. “Sebetulnya kami menerima pesanan
bantal-bantal bergambar aneka karakter lucu juga bu, bahkan kami punya grup
sintren yang siap dipanggil saat musim hajatan tiba”. Entahlah jawawabanku
selalu bersemangat jiga ada orang yang menanyakan asal-usul daganganku. Dan
dengan bangga akhirnya aku akan mempromosikan grup sintren sekolahku agar lebih
banyak lagi maysarakat yang mengetahuinya. Akhirnya ibu sepuh yang
memperkenalkan dirinya sebagai bu Ani, memborong habis sisa daganganku berupa
empat buah bros dagu cantik . Alhamdulillah aku pulang dengan mengantongi hasil
jualan hari ini dengan keuntungan lebih banyak.
Esok harinya kembali aku mampir di musholla At Ta’awun
dan bertemu bu Ani yang membawa dua buah
sapu , dua buah alat pel, dan dua buah kesed. Ternyata beliau menyumbangkan
semua itu untuk musholla sebab seringkali musholla dalam keaadaan kotor karena
banyak anak yang tidak bersandal ketika selesai berwudhu. Pikiranku tentang
sandal untuk musholla ini kembali terlintas dalam benak. Dalam hati aku
bertekad agar satu saat aku bisa
menyumbangkan paling tidak tiga pasang sandal untuk musholla ini. Selesai
sholat berjamaah dan berdo’a bersama, bu Ani datang menghampiriku. Ternyata
beliau ingin memborong lagi bros dagu daganganku. “Tadi pagi ibu memakai bros
dagu ini ke sekolah dan ibu ceritakan pada teman-teman ibu Guru SD tempat ibu
mengajar, dan mereka ingin membeli juga, masih adakah yang serupa kemarin ?”Tanya
beliau.”Alhamdulillah bu, kebetulan yang serupa itu masih diproduksi terus
karena memang sedang trend, mangga bu mau pesan berapa /”. Tanyaku sambil aku
lihat kotak daganganku, ternyata ada sisa enam buah bros seperti yang
ditanyakan bu Ani. “Mangga bu ini ada enam buah lagi, kalau kurang nanti saya
antar ke rumah ibu”, Aku berkata dengan nada sumringah karena bahagia. “Ya
kurangnya empat lagi boleh diantar ke rumah ibu ya nok, ibu perlu sepuluh buah
pesanan teman-teman ibu” begitu kata beliau. “Kapan-kapan bawa juga contoh
bantal karakter hasil karya temanmu, nanti ibu coba jualkan di koperasi sekolah
ibu ya” sambung beliau membuat hatiku meluap-luap dengan kegembiraan. “Insyaa
Alloh bu, terima kasih atas kepercayaannya terhadap hasil karya teman-teman
saya” sahutku,”Sekolah kami memang sedang mengembangkan program wira usaha,
kata ibu kepala sekolah tujuannya untuk
melatih jiwa wira usaha seluruh komponen sekolah dari penjaga sekolah sampai
kepala sekolah, termasuk seluruh siswa”, begitu penjelasanku dengan penuh
semangat.
Alhamdulillah hari ini kembali daganganku habis dan
aku kembali mendapat keuntungan lebih dari hari-hari lalu. Teringat niatku
membelikan sandal untuk musholla At Ta’awun, aku mampir ke sebuah toko dan melihat aneka sandal yang tersedia disana.
Harganya macam-macam dari mulai yang harganya tujuh ribu per pasang sampai
dengan yang dua puluh lima ribu per pasang. Setelah menghitung-hitung
keuntungan daganganku selama dua hari ini, aku memilih tiga pasang sandal yang
harganya sepuluh ribu sepasang. Alhamdulillah aku akhirnya bisa juga membeli
tiga pasang sandal untuk aku sumbangkan besok ke Musholla At Ta’awun. Hari ini
dunia rasanya jauh lebih indah dari biasanya, apakah ini yang dinamakan bahagia
? Ternyata betul yang sering diungkapkan ibu kepala sekolahku bahwa sumber
kebahagiaan itu tidak perlu jauh-jauh mencarinya, karena ada disekitar
kehidupan kita sendiri. Dan itu benar adanya, aku cukup berbahagia dengan hanya
bisa menyumbangkan tiga pasang sandal
untuk musholla. Seandainya aku kaya raya, insyaa Alloh aku ingin menyumbang
agar tempat wudhu musholla itu bisa lebih dekat lokasinya dengan musholla agar
para ahli wudhu tidak bersandalpun aman dari najis wudhunya. Duh ingin sekali
hari cepat berganti agar aku bisa segera menyerahkan tiga pasang sandal ini.
0 Response to "Sandal Jepit Untuk Wudhu di Musholla"
Post a Comment