Pengalaman Saat Sekolah Kami Menjadi Penyelenggara Workshop GLS
oleh Lilis Yuningsih
Pengalaman ini adalah ketika saya
menjadi kepala SMP IT Mutiara Irsyady, dimana saat itu saya memberanikan diri
melamar menjadi peserta program WJLRC yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi
Jabar. Dan lamaran saya diterima panitia, sehingga sekolah kami menerima
tantangan dalam sepuluh bulan, melaksanakan program WJLRC dibawah bimbingan
panitia dari provinsi dan pendampingan dari dikdis kabupaten Indramayu. Alhamdulillah sekolah
kami termasuk yang terpanggil mengikuti Jambore Literasi karena guru dan siswa
kami berhasil lolos dalam menyelesaikan tantangan program WJLRC tersebut.
Perkembangan yang begitu menakjubkan
atas hasil membaca yang di alami para peserta didik di sekolah kami SMP IT
Mutiara Irsyady saat itu, ketika mengikuti program GLS khususnya program Jabar kahiji WJLRC, menyebabkan penulis
mempunyai keinginan untuk menyebarluaskan program GLS yang digulirkan
pemerintah. Harapan saya akan banyak lagi sekolah, baik negeri ataupun swasta
yang bisa melaksanakan program GLS
seperti program WJLRC. Sehingga seluruh sekolah bisa merasakan manfaat
program GLS sebagaimana yang dirasakan
sekolah kami.
Sebagai penggagas pertama, saya mulai
berusaha mencari mitra yang dapat diajak bekerjasama dalam penyelenggaraan
workshop literasi ini, namun belum menunjukkan hasil. Sehingga saya memutuskan menyelenggarakan workshop ini
secara mandiri di sekolah. Niat saya pun disambut baik oleh teman-teman grup WA
khususnya KAGUM (Komunitas Gemar Membaca dan Menulis) yang ada di Bogor.
Salahseorang diantaranya menawarkan diri menjadi Event Organizer (EO) yang akan membantu sejak perencanaan,
pelaksanaan sampai dengan rencana tindak lanjutnya. Tentu saja tawaran itu saya
terima, karena terus terang menyelenggarakan workshop ini merupakan hal yang
baru bagi saya. Walaupun EO kami itu berdomisili di Bogor.
Semula sasaran kami adalah khusus
kepala SMP dan guru baik negeri maupun swasta. Karena menurut data yang saya
ketahui ada kurang lebih 182 SMP
negeri dan swasta yang ada
di Indramayu. Sementara yang
sudah menjadi sekolah perintis komunitas literasi WJLRC baru ada 31
sekolah. Setelah rapat bersama guru, saya juga menyampaikan gagasan ini kepada
pihak yayasan, pengawas pembina sekolah kami dan berbagai pihak lain. Mereka pun menyetujui kalau
sekolah kami akan menyelenggarakan workshop
literasi secara mandiri.
Saya bersama EO menyusun kepanitian
dan merencanakan langkah-langkah kerja panitia sampai dengan pelaksanaan
kegiatan workshop literasi. Kemudian
kami membentuk grup WA khusus panitia workshop agar koordinasi bisa dilakukan
Secara online. Selain EO anggota
kepanitiaan terdiri dari pustakawan, guru perintis dan teman- teman lain dari
sekolah. Panitia mulai berkoordinasi dan bekerja sesuai tugas masing-masing.
Koordinasi dilakukan melalui grup WA kepanitiaan, mulai dari merencanakan waktu
pelaksanaan, menentukan narasumber, hunting tempat penyelengaraan, mengurus
perijinan. Baik perijinan penyelenggaraan workshop
dan permohonan rekomendasi dari kadisdik Indramayu, juga perijinan
narasumber kepada atasannya. Kami juga menggandeng kepala Dinas Arsip dan Perpusda Indramayu sebagai
narasumber.
Perencanaan ini sudah
kami mulai, sejak akhir tahun 2016,
sedangkan pelaksanaan kami
putuskan di awal bulan April 2017
mempertimbangkan agenda kegiatan
sekolah sesuai kalender pendidikan. Tujuan
diselenggarakan workshop
ini antara lain agar peserta :
1. Memahami
dan dapat melaksanakan kegiatan program GLS dan memahami serta dapat mengadopsi
program WJLRC.
2. Memahami
dan dapat menggunakan teknik menulis dengan baik.
3. Memahami
kebijakan Dinas Arsip dan Perpusda Kabupaten Indramayu dalam mendukung GLS.
Sejak awal kami sangat optimis peserta workshop akan memenuhi jumlah
target yang kami tentukan, yaitu seratus dua puluh lima peserta. Agar biaya
penyelengaraan dapat ditanggung bersama. Kami tidak bermaksud mencari untung
dalam pelaksaan workshop ini, karena
tujan kami dari semula adalah pemerataan pemahaman tentang program dan
pelaksanaan GLS di sekolah-sekolah SMP negeri dan swasta di Indramayu,
khususnya yang belum mendapat sentuhan workshop dari Provinsi Jawa Barat.
Setelah segala sesuatunya kami susun
sesuai rencana, maka kami publikasikan undangan workshop ini melalui media
sosial dan undangan tertulis ke sekolah-sekolah. Dari berbagai tanggapan yang
kami terima setelah undangan workshop terpublikasi, banyak juga yang membuat
hati ciut, baik itu tanggapan
mengenai biaya yang harus dibayar peserta yang dianggap terlalu mahal bagi guru
di kota kecil.
Ada juga yang mengkritisi waktu
yang kami pilih, yaitu masa-masa sekolah paceklik karena dana BOS belum cair.
Ada juga yang menyoroti keberanian saya menyelenggarakan workshop berbayar, karena asumsi banyak orang bahwa mindset guru di
kota kami adalah, jangan kan harus menghadiri workshop berbayar, sedangkan gratispun mereka males untuk
menghadiri workshop semacam ini.
Ternyata merencanakan dan
melaksanakan sebuah workshop literasi
di kabupaten literasi dimana ibu bupatinya adalah bunda literasi, tidak semudah
yang kami bayangkan sebelumnya. Padahal yang saya bayangkan sebelumnya bahwa
karena GLS adalah program pemerintah yang harus kita dukung dan sikapi bersama,
dan SMP yang belum mendapat sentuhan workshop
dari pemerintah masih cukup banyak, harapan saya peserta dari SMP pasti
banyak. Namun sampai dua minggu sebelum hari pelaksanaan, peserta dari SMP
benar-benar sangat memprihatinkan karena baru ada dua sekolah yang mendaftar.
Sebagai penanggung jawab pelaksana saya segera mencari solusi. Akhirnya saya meminta
bantuan pihak perguruan tinggi yang ada di Indramayu, mulai dari UNWIR dengan
berbagai fakultas yang ada didalamnya, POLINDRA, STIKES, AKAMIGAS, untuk
mengirimkan unsur dosen dan mahasiwa menjadi peserta workshop. Kami juga
mengirimkan surat permohonan bantuan kepada ketua tim Penggerak PKK, ketua GOW,
ketua Dharma Wanita Kabupaten Indramayu, ketua Wanita Patra, untuk dapat
mengirimkan peserta, agar program GLS dipahami dan disupport oleh banyak elemen
masyarakat lain selain oleh pihak sekolah sendiri.
Dalam materi yang pernah saya
terima ketika diklat Instruktur Kabupaten K13, khusus tentang GLS disebutkan
bahwa dalam rangka persiapan pelaksanaan program GLS, sekolah harus melibatkan
publik. Karena akan sangat berat bagi sekolah dalam melaksanakan GLS jika hanya
mengandalkan kekuatan internal sekolah sebab pengembangan sarana literasi
membutuhkan sumber daya yang memadai. Oleh sebab itu, ketika kami
menyelenggarakan workshop literasi.
Kami mengundang berbagai elemen masyarakat dengan harapan saat mereka hadir
menjadi peserta maka akan terjadi satu pemahaman dengan pihak sekolah dan
pemerintah tentang program GLS dan WJLRC ini. Namun sayang tidak ada satu pun
dari elemen- elemen tersebut yang hadir memenuhi undangan kami atau
menyampaikan sekedar support kepada
kami penyelenggara workshop.
Penulis belum mengetahui banyak hal
tentang cara cepat dan tepat mengundang dengan melibatkan banyak pihak seperti workshop yang kami selenggarakan.
Walaupun target kami bisa menghadirkan seratus dua puluh lima orang peserta.
Kenyataannya peserta yang mendaftar hanya sebanyak lima puluh delapan orang.
Namun Alhamdulillah banyak hikmah yang kami peroleh sebagai pengalaman kami
menjadi panitia workshop.
Banyak dukungan dari berbagai pihak
terutama saat H-3 peserta masih sekitar tiga puluh orang, koordinator pengawas
SMP dan jajarannya, termasuk pengawas ketua penggerak literasi yang mendukung
sejumlah dana. Teman-teman kepala sekolah negeri yang sudah mengijinkan para
gurunya menjadi peserta lebih satu orang. Sampai dengan hari pelaksanaan
ternyata peserta banyak yang mendaftar on
the spot, langsung daftar dan membayar di tempat pelaksanaan pada hari H.
Dua orang diantaranya peserta dari Majalengka merupakan sepasang suami istri. Sebelum
acara dimulai kami menayangkan slide yang
berisi foto-foto kegiatan GLS yang dilaksanakan di sekolah kami, hasil review
para peserta didik kami dalam berbagai bentuk. Kemudian kami tampilkan pula
pidato peserta didik dalam tiga bahasa yaitu Inggris, Arab dan bahasa
Indonesia. Selain itu ada pula penampilan tari topeng khas Indramayu, yel-yel
literasi sekolah kami dan presentasi hasil baca buku dari beberapa siswa
perintis terbaik kami. Yang semua itu
bisa kami lakukan dan laksanakan karena kami sekolah komunitas perintis
literasi Jabar dengan program WJLRC. Kami juga memamerkan fortopolio hasil review peserta didik kami dan buku
jurnal membaca peserta didik kami yang sudah ditandatangani wali kelas dan saya
sebagai kepala sekolah. Sebagian peserta workshop
yang bukan berasal dari sekolah perintis nampak terpukau oleh penampilan
siswa kami sebagai siswa perintis. Kami memang sengaja menampilkan itu semua
dihadapan peserta, agar mereka mamahami manfaat program GLS yang
ditindaklanjuti secara terprogram seperti WJLRC ini. Meski untuk menjadi sekolah
perintis WJLRC yang resmi ditunjuk pemerintah Provinsi Jabar harus menunggu
giliran atau harus memberanikan melamar dengan segala konsekuensinya. Paling
tidak sekolah yang kreatif dan inovatif bisa mencoba mengadopsi program WJLRC
ini di sekolahny
0 Response to "Pengalaman Saat Sekolah Kami Menjadi Penyelenggara Workshop GLS"
Post a Comment